Jumat, 30 Agustus 2013

Apa Hukum Islam Untuk Pengamen?

Pertanyaan:
Assalamualaikum pak ustadz...
Nama saya Hatta. Saya mau tanya ma pak ustadz,
masalah hukum uang hasil ngamen?
apakah halal atau haram? 
trma ksih pak ustad.
Wassalam.wr.wb
(Hatta, Palembang 081927735xxx


Jawab:
Waalaikumsalam Wr Wb
Mari kita simak hadits berikut,
Qabishah bin Mukhariq al- Hilali Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Wahai Qabiishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang:
(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti,
(2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan
(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”.

Mengamen, "menurut saya pribadi" bisa digolongkan dengan meminta, beda kemasan dengan tujuan sama yaitu mendapatkan uang/sesuatu yang bermanfaat untuk penghidupan,
Nah apakah sampean masuk golongan seperti hadits di atas yang memungkinkan untuk dianggap "boleh" meminta? kalau iya silahkan, tapi kalau tidak termasuk 3 poin di atas sebaiknya jangan.
Masukan saya buat sampean: monggo, ngamennya dilanjutkan dulu "selagi" belum ada pekerjaan lain untuk penghidupan, bila sekiranya sudah ada pekerjaan lain monggo ditinggalkan, atau silahkan ngamen untuk mengumpulkan modal buat usaha, setelah terkumpul modal silahkan buka usaha, tidak harus besar khan.
Tidak ada yang salah dengan pengamen, tapi kalau sampean merasa masih kuat fisik untuk bekerja yang lain ikhlaskan rizki dibidang "minta-meminta" buat orang yang lebih layak seperti fakir miskin, anak yatim piatu, orang cacat fisik & mental. Bila kurang jelas mari kita bahas lewat sms, suwun...
Wassalamualaikum Wr Wb




Tanya Jawab Diasuh Oleh:
Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
Ketua Qurrota A'yun Psychology Consultant
Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa Gudo Jombang (Peguron Sapujagad)

Bila ada pertanyaan silahkan dismskan ke nomor 081559551234 atau ke email dimascokropamungkas@gmail.com, bisa juga inbox di Facebook akun: Gus Dimas (Dimas Cokro Pamungkas) tolong disertakan biodata Anda (minimal nama dan kota tinggal) terimakasih, semoga belajar bersama ini bisa membawa manfaat bagi kita semua, Aamiin...

Selasa, 13 Agustus 2013

Awal Kesuksesan

Syawwal telah terbit, selesai sudah pembinaan Allah
kepada hamba-hamba-Nya. Meskipun tidak dari nol tapi
yang terjadi adalah kelahiran kembali “ka yaumin
waladathu ummuh ” (seperti hari dilahirkan ibunya).
Maksudnya adalah bersih kembali karena ibadah yang
dikerjakan selama shaum Ramadhan telah menjadi
sebab yang berakibat ampunan Allah SWT.
Langkah awal yang mesti dilakukan adalah bersyukur.
Mensyukuri berbagai karunia yang telah Allah SWT
berikan. Bersyukur dalam makna yang kreatif
yakni memfungsikan karunia itu bagi kemanfaatan diri,
keluarga, ummat dan Agama. Karena memang Allah SWT
telah memberikan kepada kita komponen dari potensi
asasi tersebut.
Firman-Nya “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tak mengetahui sesuatupun, dan
Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati,
agar kamu bersyukur ” (QS An Nahl 78).
Ayat ini menunjukkan adanya tiga komponen penting
yang harus difungsikan dengan maksimal yaitu
pendengaran, penglihatan dan hati. Dengan
pendengaran ( as sam’a ) kita serap informasi
pengetahuan yang dapat diformulasi menjadi ilmu.
Informasi lisan keseharian maupun insidental diseleksi
mana yang sia-sia mana yang berguna, mana yang
dibuang dan mana yang pula bisa dikembangkan.
Dengan penglihatan ( al abshoro ) semua data dibaca dan
diolah menjadi tulisan yang bisa dibaca kembali oleh
jumlah orang yang semakin banyak. Segala informasi
lisan yang didapat dibuktikan sehingga bisa terlihat nyata
sebagai ayat-ayat kebenaran.
Demikianlah gandengannya, karena sesungguhnya orang
yang cacat berat adalah mereka yang
menjalani kehidupan kini dalam keadaan ”tuli” dan
“buta”. Sementara itu dengan hati ( al af-idah ) diyakini
apa yang didengar dan dilihat untuk dijadikan niat
dantekad. Niat dan tekad mana kemudiannya
direalisasikan dalam wujud amal.
Begitulah proses yang terjadi untuk berkreasi. Sebaliknya
jika komponen pendengaran, penglihatan, dan hati itu
tak berfungsi maka yang terjadi adalah stagnasi. Memang
pilihannya adalah berkreasi atau stagnasi, create or
stagnate .
Langkah kreatif yang dimaksud insya allah akan sukses
jika dibarengi: Pertama memulai sesuatu
dengan bismillah yaitu berangkat
dari berharap pada ridlo dan pertolongan Allah serta
mengukur dengan ukuran Allah. Allah sebagai sentrum.
Kedua, niat dan tekad yang kuat untuk berhasil karena
kita tahu amal itu tergantung niat. Niat yang kuat adalah
setengah dari keberhasilan, setengahnya lagi dengan
kesabaran dan ketekunan.
Ketiga,  memiliki ilmu yang mumpuni pada bidangnya
“ wa man aroda huma fa’alaihi bil ‘ilmi ” (dan jika ingin
sukses keduanya –dunia dan akherat—maka itu dengan
ilmu) karena imu adalah causa dari tingginya derajat
dalam pergaulan sesama.
Keempat, mampu membangun relasi karena sering
datang kesempatan untuk maju itu disebakan karena
faktor interaksi sesama. Silaturahmi mendatangkan
rezeki.
Dan kelima, kesiapan untuk mengoreksi diri atau
dikoreksi oleh orang lain. Hal ini tentunya berkaitan
dengan keharusan kita untuk mengenal diri kita sendiri
“ know your self” karena dengan mengenal diri akan
memudahkan untuk dapat mengenal orang lain dan
lingkungannya.
Awal syawwal  siap untuk menyinari perjalanan ke
depan yang lebih berkualitas. Dengan landasan program
yang lebih jelas dan apik tentunya. Kepentingan pribadi
dan keluarga penting untuk mendapat perhatian, namun
kita tak boleh berhenti disana. Langkah mulia  adalah
khidmah untuk memajukan dan mengembangkan Agama.
Melalui jihad dan da’wah.
Shaum telah mengajarkan kita bermental kuat untuk
mampu mengendalikan diri serta pandai memilih dan
memilah nilai yang benar. Lapar di awal bukan untuk
rakus di akhir. Tetapi sederhana (qana’ah ) dalam
berkarakter. Shaum mengubah karakter buruk menjadi
lebih agung. Jangan seperti seekor ular yang puasanya
tak mengubah apa apa.
Ular yang menjijikkan, merusak, dan buas setelah
memangsa lalu berpuasa. Selesai puasa ia berganti kulit.
Karena lapar, “saat berbuka” ia menjadi lebih buas
dan sangat merusak. Lagi pula tetap saja menjijikkan
meski telah berganti kulit.
Banyak orang yang setelah
menyelesaikan puasanya sebulan
penuh tetap saja berperilaku hina, merusak, dan rakus.
Yang berubah hanya kulitnya saja. Baju
baru. Karakternya tak berubah, bahkan lebih buruk. Maka
baginya syawal tidak menjadi awal yang menentukan
kesuksesan.
( HM Rizal Fadillah)

Doa

“ Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa
kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan
hina. ” QS. Al-Mu’min/40: 60)
Secara teologis, ayat tersebut menegaskan bahwa orang
yang malas dan tidak mau berdoa berarti orang yang
sombong, tidak tahu diri, dan cenderung durhaka kepada
Allah SWT.
Karena itu, Nabi Muhammad SAW bersabda:
“ Barangsiapa yang tidak meminta (berdoa) kepada Allah,
maka Dia akan marah/murka kepada-Nya. ” (HR. Ahmad,
Turmudzi, dan Ibn Majah)
Sesungguhnya doa merupakan jalan spiritual menuju
pertolongan dan kebahagiaan hidup yang hanya dapat
dijalani oleh hamba yang mengenal, mencintai, dan
menghambakan diri kepada Allah SWT.
Doa merupakan sumber kekuatan, harapan, dan
kenikmatan Mukmin, karena hatinya senantiasa tertambat
melalui doa dengan Sang Kekasihnya yang Maha
Penyayang.
Oleh sebab itu, Nabi SAW bersabda: “Orang yang paling
lemah adalah orang yang tidak bisa berdoa; sedangkan
orang yang paling bakhil adalah orang yang pelit
memberi salam (kepada sesame).” (HR. Ibn Hibban).
Secara teologis, doa juga merupakan jalan keluar (solusi)
bagi orang-orang yang dihadapkan kepada berbagai
persoalan dan kebuntuan dalam hidupnya.
Doa menjadi kunci pembuka sekaligus pintu keluar
menuju pencapaian cita-cita dan harapan hidup sang
pendoa.
Esensi doa adalah permohonan hamba kepada Allah SWT
agar diberikan inayah (perhatian), ma’unah
(pertolongan), dan hidayah (bimbingan, petunjuk jalan)
menuju solusi persoalan dan pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
Berdoa hanya pada waktu susah dan meninggalkannya
pada saat bahagia merupakan perilaku orang lupa (lupa
diri dan lupa Allah).
“ Dan apabila Kami beri kenikmatan kepada manusia, ia
berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ditimpa
malapetaka, maka ia banyak berdoa. ” (QS Fushshilat/41:
51).
Dalam konteks ini, Nabi SAW bersabda: “ Barangsiapa
yang ingin agar doanya di waktu kesusahan dikabulkan
oleh Allah, maka hendaklah ia memperbanyak doa di
waktu lapang dan bahagia. ” (HR. Turmudzi dan al-Hakim).
Berdoa membelajarkan diri kita untuk selalu berada
dalam oase transendental dengan Sang Maha Pemberi,
sehingga dengan begitu Mukmin selalu memiliki
optimisme tinggi dalam hidupnya.
“ Apabila hamba-hamba-Ku bertanya tentang Aku, maka
ketahuilah bahwa Aku itu Maha Dekat. Aku akan
merespon doa orang yang berdoa kepada-Ku. Karena itu,
hendaklah mereka merespon perintah-Ku dan
mempercayai-Ku, semoga mereka mendapatkan
petunjuk. ” (QS. al-Baqarah/2: 186).
Jadi, karena Allah itu Maha Dekat, maka tidak ada alasan
bagi hamba untuk tidak berdoa demi peningkatan
kualitas hidupnya ke depan.
Momentum Ramadhan untuk mengoptimalkan doa secara
teologis mendapat garansi dari Nabi SAW. “ Ada tiga
manusia yang doa mereka tidak akan ditolak (oleh Allah),
yaitu: doa orang yang berpuasa sampai dia berbuka, doa
pemimpin yang adil, dan doa orang terzalimi. (HR. At-
Turmudzi)
Di bulan Ramadhan ini, mengoptimalkan doa merupakan
salah satu bukti penghambaan, pengabdian, dan rasa
tawakkal hamba kepada-Nya.
Selain itu, berdoa sesungguhnya tidak sekadar
merupakan permohonan, melainkan juga puji-pujian
hamba atas segala keagungan, kemuliaan, kebesaran,
kemurahan, dan kemahakuasaan-Nya, sehingga pendoa
harus tahu diri: mau menyucikan diri, mengakui segala
kekurangan dan kefakirannya, menjauhi segala
kemaksiatan dan dosa, agar doanya didengar dan
direspon oleh-Nya.
Secara teologis, agar dikabulkan, doa harus dikawal
dengan beramal, berusaha dan berbuat sesuai dengan
apa yang dimohonkan kepada Allah.
Jika misalnya memohon kekayaan dari Allah, maka hamba
harus bekerja keras, halal dan thayyib, untuk meraih
yang dimohonkan itu.
Selain itu, hamba juga tidak boleh berputus asa, bahkan
harus selalu berbaik sangka dengan Allah bahwa doanya
pasti dikabulkan (sesuai dengan kebijaksanaan Allah).
Ketahuilah, “Allah itu Maha Baik, dan tidak menyukai
kecuali yang baik-baik,” kemudian Nabi SAW
menyebutkan mengenai seseorang yang datang dari
perjalanan jauh dengan rambut acak-acakan (kusut) dan
wajah berdebu, mengangkat tangannya ke langit sambil
berdoa: Ya Tuhanku, ya Tuhanku.
Selanjutnya beliau berkata: “Bagaimana mungkin doanya
akan dikabulkan oleh Allah, sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram” (HR.
Muslim). Semoga kita termasuk orang yang pandai dan
sukses berdoa kepada Allah SWT, terutama di bulan suci ini.
( Muhbib Abdul Wahab)

Keutamaan Iktikaf

Setiap ibadah mengandung hikmah, kerahasiaan dan
tujuan, sebab semua ibadah meniscayakan manfaat fisik
dan jiwa, keihlasan hati, perbaikan perilaku, dan manfaat
bagi kehidupan. Jiwa manusia seringkali terpaku pada
fenomena dan lupa pada tujuan.
Inilah jiwa yang lupa dan dilupakan oleh setan akan
tujuan, sehingga sibuk dengan fenomena dan kehilangan
tujuan.
Jiwa macam ini memerlukan penenang guna
membersihkan dan mensucikannya dari kelupaan. Dan
fungsi pembersihan tersebut ada pada i'tikaf, yang
intinya menyucikan isi hati dari sifat-sifat negatif,
mengevaluasinya untuk tidak bersemayam di relung hati,
menghadirkan kemuliaan dan keagungan Tuhan, mengisi
hati dengan berbagai sifat kebajikan.
Inilah reposisi jiwa untuk meletakkan hati pada relnya
yang benar, menyemaikannya dengan aneka kebajikan
dan meletakkan mesin evaluasi yang bekerja sepanjang
hayat agar jiwa dapat bertanya: "Kemana kita menuju,
kepada Tuhan atau penciptaan?" Kalau kepada
penciptaan, maka di alam kubur nanti pertanyaan
malaikat bukan "Siapa engkau?", "dari mana datangmu?",
dan "siapa yang mengenalmu?", melainkan "siapa
Tuhanmu?", "siapa nabimu?", dan "apa agamamu?".
Inilah kisaran hati orang-orang yang beriktikaf yang
mengembalikan posisinya pada awal penciptaan manusia
dan penyadaran bahwa pada hakekatnya semua makhluk
tunduk dan bertasbih kepada-Nya. (QS. Ar-Ruum: 26).
Dunia adalah fenomena yang sering membuat lupa hati
manusia hingga saat sakaratul maut tiba. Tanpa fase
sakaratul maut, dunia mampu melupakan fitrah manusia
yang tunduk dan bertasbih kepada Allah SWT, sama
dengan fitrah alam semesta lainnya.
Membersihkan hati dengan perenungan akal dan hati dan
menyucikan jiwa dengan ilmu, zikir dan ketaatan telah
menjadi tradisi Rasulullah SAW pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan. Dari Aisyah RA bahwasanya
Rasulullah SAW melakukan I'tikaf pada sepuluh hari
Ramadhan hingga beliau wafat. (HR. Bukhari-Muslim).
Bahkan kegiatan serupa yang dikenal dengan Khalwah
(Tahanuts) telah beliau lakukan di gua Hira sebelum
diangkat sebagai Rasul.
Keuntungan beriktikaf sebagaimana dikemukakan Dr.
Khalid Abdul Kareem antara lain:
1.    Iktikaf yang benar akan memberikan perbaikan dan
buah di hati serta menumbuhkan sifat ikhlas dan
penyucian jiwa. Hal tersebut karena inti dari semua
perbuatan terletak di hati dan hati yang baik akan
membuahkan perbuatan yang baik pula. Rasulullah SAW
bersabda: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam
fisik manusia terdapat sekerat daging, jika baik (keratan
itu) maka baiklah fisik secara keseluruhannya, dan jika
buruk (keratan itu) maka buruklah semuanya. Ketahuilah
bahwa (sekerat daging tersebut) adalah hati." (HR.
Bukhari-Muslim).
2.    Mereka yang beriktikaf di akhir Ramadhan adalah
orang-orang yang mencari Lailatul Qadr dan jika
pencarian itu lengkap sepuluh hari terakhir, maka Allah
SWT akan memberikan ampunan atas-dosa-dosanya.
3.    Orang-orang yang beriktikaf adalah pribadi-pribadi
yang menghidupkan sunah Rasul SAW dan barang siapa
menghidupkan sunahnya maka mereka menjadi pribadi
yang dicintai Allah dan Rasul-Nya yang balasannya adalah
ampunan dan surga. Allah SWT berfirman: "Katakan
(Muhammad)!, Jika kalian cinta kepada Allah maka
ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan
mengampuni dosa-dosa kalian." (QS. Ali Imrah: 31).
4.    Dengan beri'tikaf, seseorang telah memelihara diri
dari kelupaan kepada Allah; menjaga diri dari perbuatan
haram; menjauhkan panca indera dari perbuatan dosa
dan maksiyat. Semua itu merupakan hakekat peribadatan
dan ketundukan kepada Allah SWT.
Semoga Allah SWT menjadikan Iktikaf kita di akhir
Ramadhan sebagai Iktikaf yang benar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW sehingga membuahkan
perubahan kebaikan secara pribadi maupun sosial.
Wallahu A'lam.
( Dr Muhammad Hariyadi MA)

Kebahagiaan di Akhir Ramadan

Dalam Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, Muslim, dan Ahmad
Allah SWT menyatakan antara lain “... Orang yang
berpuasa akan mendapat dua kegembiraan. Apabila
berbuka ia merasa gembira (idza afthara fariha). Dan
apabila bertemu dengan Allah, ia gembira pula karena
puasanya (wa idza laqiya rabbahu fariha bishoumihi) ”.
Ketika seseorang berbuka, maka yang ada adalah
kenikmatan yang dirasakan saat itu karena ia
telah melepaskan dahaga atau enaknya hidangan yang
dimakannya. Haus dan beratnya hal hal yang harus dijaga
seharian selama berpuasa seolah tak berarti dan telah
hilang semua. Begitu juga setelah ditunaikan ibadah
selama sebulan penuh, dengan tibanya hari raya iedul
fitri, maka segala ‘penderitaan’ selama sebulan seolah
tak pernah ada. Demikianlah sesungguhnya yang
dirasakan adalah saat itu, saat yang terakhir.
Dalam Hadits Qudsi shahih yang lain cukup menarik
tergambarkan bahwa Allah mengingatkan kita untuk
mewaspadai saat saat akhir seperti di atas. Anas Bin
Malik menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda
“ Sebagian orang orang penyembah kenikmatan dunia,
yang akan menjadi penghuni neraka, dipanggil pada hari
Kiamat. Ia dibenamkan satu kali benaman ke dalam
neraka. Lalu ditanya kepadanya ‘Hai manusia, apakah
engkau merasakan ada kebaikan barang sedikitpun ?
Apakah masih terasa  nikmat  yang engkau rasakan dulu
itu ? Dia menjawab ‘Tidak ada wahai Tuhanku  ! Aku sama
sekali tidak merasakan ada kebaikan yang pernah
kurasakan dan terasa tidak ada kenikmatan yang pernah
aku rasakan’.  Lalu dipanggilah orang yang paling
sengsara di dunia namun calon ahli surga. Dia
dibenamkan ke dalam surga satu kali. Kemudian dia
ditanya ‘Wahai manusia ! Apakah engkau merasakan
kesengsaraan ? Pernahkah engkau merasakan kesusahan
luar biasa ? Dia menjawab ‘Tidak pernah wahai Tuhan!
Sama sekali aku tidak pernah merasa sengsara dan tidak
merasakan kesusahan” (HQR Muslim, Ahmad, dan Ibnu
Hiban).
Dari Hadits ini jelaslah bahwa senang dan susah itu
dirasakan pada akhirnya. Ini tentu menjadi alasan
bahwa  kita sebagai makhluk ciptaan Allah patut untuk
berkeyakinan pada apa apa yang dijanjikan Allah tentang
hidup di kemudian hari. Tidak terbuai oleh fatamorgana
kehidupan sekarang dan tidak pula berputus asa
dengan apa yang menimpa saat ini.
Teringat kita bagaimana pelajaran dari perjalanan Nabi
Musa dengan Nabi khidr. Betapatidak mengertinya Nabi
Musa dengan peristiwa yang bermuara makna pada
akhirnya. Baik ketika perahu dibocorkan, ketika anak
dibunuh, maupun ketika rumah buruk dibangun. Semua
direspons negatif, penuh pertanyaan dan dikritisi. Bagi
Musa pejuang kebenaran dankeadilan sungguh tidak
bisa diterima perbuatan “sang Guru” yang membocorkan
perahu milik nelayan miskin dan membunuh anak yang
tak berdosa.
Ini adalah suatu bentuk kezaliman.
Namun setelah Nabi Khidr menjelaskan akhirnya
mengerti juga Nabi Musa  akan nilai tinggi
pelajaran kehidupan itu. Membocorkan perahu adalah
tindakan penyelamatan agar perahu “jelek” tersebut tak
terampas oleh penguasa otoriter. Membunuh anak adalah
perbuatan untuk menyelamatkan sang anak agar tak kafir
saat dewasa dan tak mengkafirkan orang tuanya. Begitu
juga rumah “reyod” di lokasi yang jauh dari sana
sini dibangun untuk kebaikan anak yatim yang kelak akan
menemukan harta di rumah itu. Seluruhnya adalah untuk
dirasakan bahagia di akhir.
Shaum Ramadhan kita akan berakhir.
Optimalisasi ibadah saat ini adalah pilihan cerdas. Bulan
yang penuh berkah dan bertaburan bonus dari  Allah ini
sebentar lagi akan meninggalkan kita. Alangkah sayang
jika kalimat perpisahannya adalah kesia-siaan, bukan
khazanah makna. Begitu indah perintah ibadah dari Allah
ini. Kesehatan, ketabahan, saling menyayangi, hidup
berbagi, serta kemudahan rezeki sangat terasa
mendatangi. Baru kita mengerti mengapa para sahabat
menjadikan Ramadhan sebagai terminal.
Enam bulan sebelum tiba, mereka menanti-
nanti datangnya Ramadhan. Enam bulan setelah lewat
mereka masih terikat dengan Ramadhan, khawatir amal
shaum tak diterima dan berharap hasil Ramadhan
menjadi modal untuk menjangkau kasih sayang dan
ampunan Allah SWT sampai Ramadhan berikutnya.
Bahagia di akhir merupakan tantangan sekaligus harapan.
Mereka yang memandang ada kebahagiaan di akhir, akan
memancarkan cahaya optimistik di wajahnya. Melangkah
dengan pasti menebar kebajikan ke kanan dan ke
kiri. Sebenarnya kita tidak perlu bersusah payah
menarik-narik tangan Ilahi, karena Allah lah yang akan
menarik badan dan jiwa sang hamba ke haribaan-Nya
yang abadi.
( HM Rizal Fadillah)

Iktikaf

Salah satu menu spiritual dari paket rahmat Ramadhan
yang relatif kurang banyak mendapat perhatian dan
pengamalan dari umat Islam adalah iktikaf. Padahal
ibadah ini sungguh memberi kenikmatan dan kepuasan
spiritual tersendiri.
Menurut riwayat Ibn Umar, Anas, dan Aisyah RA bahwa
Nabi SAW selalu melakukan iktikaf pada sepuluh hari
terakhir di bulan Ramadhan sejak datang di kota Madinah
hingga beliau wafat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Secara bahasa iktikaf berarti: berdiam diri, menetapi dan
menekuni sesuatu, yang baik maupun yang buruk.
Pemaknaan ini didasarkan pada ayat: “ Ingatlah ketika
Ibrahim berkata kepada ayah dan kaumnya: patung-
patung apakah ini yang kamu tekun beribadah
kepadanya ?” (QS. al-Anbiya’/21: 52) “… Dan janganlah
kamu campuri mereka (istri) sedang kamu beri’tikaf di
dalam masjid…” (QS. al-Baqarah/2: 187).
Pada ayat pertama (al-Anbiya’: 52), iktikaf berkonotasi
tekun menyembah berhala (syirik), sedangkan pada ayat
kedua (al-Baqarah: 187) menunjukkan tekun beribadah di
masjid (tauhid).
Esensi iktikaf adalah diam diri, menahan diri (dalam
beribadah), tekun, penuh konsentrasi dan konsistensi (al-
dawam alaih ) dalam ketaatan dan kedekatan spiritual
dengan Allah melalui tazkiyatun nafs di masjid.
Tujuan utama iktikaf adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan menyucikan hati dan pikiran, serta
selalu merasa diawasi oleh Allah.
Iktikaf melatih berkonsentrasi, membiasakan tekun
beribadah semata-mata karena mengharap ridha-Nya;
dan membelajarkan diri untuk khusyu’ , penuh ketaatan,
konsentrasi, dan konsistensi dalam beribadah di rumah-
Nya, bukan di rumah sendiri.
Iktikaf memberi ruang kesadaran spiritual bagi kita untuk
kembali menata dan meluruskan mindset kita bahwa
kesibukan duniawi itu tidak pernah ada habisnya dan
tidak abadi.
Kesibukan duniawi tidak boleh melengahkan dan
melupakan Muslim dari mengingat Allah (dzikrullah ) di
rumah-Nya yang suci dan di bulan-Nya yang suci.
Yang abadi dan menjadi bekal kehidupan ukhrawi adalah
spiritualisasi diri dengan tekun dan khusyu’ beribadah
kepada-Nya, di saat kebayakan orang ramai sibuk dalam
urusan duniawi.
Iktikaf merupakan cerminan dari hamba Allah yang taat,
patuh, tunduk, dan khusyu’ dalam beribadah kepada-Nya.
Iktikaf menyadarkan kita pentingnya menyisakan ruang
dan waktu dalam diri kita untuk berada dalam masjid.
Sehingga spiritualisasi diri melalui iktikaf ini dapat
melejitkan kecerdasan spiritual dan moral yang tangguh.
Buahnya adalah perilaku moral yang luhur, berupa
keteladanan terhadap sifat-sifat dan nama-nama terbaik
Allah (al-asma’ al-husna).
Ketekunan duniawi tidak ada artinya jika tidak diimbangi
dengan ketekunan ukhrawi. Iktikaf adalah sarana
pendekatan diri kepada Allah yang paling tulus.
Iktikaf mengharuskan kita melepaskan diri dari keasyikan
duniawi, menuju kesucian hati dan kedekatan ruhani
kepada sang Maha Pencipta dan Pemilik kehidupan ini
melalui transit beberapa saat di rumah-Nya.
Dengan iktikaf , kecerdasan spiritual kita menjadi lebih
meningkat dan menguat, sehingga kita tidak mudah
tergoda oleh hiruk-pikuk materialism dan hedonism
keduniawiaan yang semu dan sesaat.
Sebagai aktualisasi dari sunah Nabi SAW, alangkah
meruginya jika momentum Ramadhan ini tidak diisi
dengan iktikaf .
Menikmati iktikaf sejatinya harus menjadi komitmen
setiap Muslim yang merindukan surga. Sebab, tradisi
baik (sunah) Nabi SAW ini diamalkan dengan tekun dan
khusyu’, niscaya kebugaran spiritual kita menjadi lebih
meningkat.
Sehingga hati dan pikiran kita semakin dapat dengan
mudah menangkap sinyal-sinyal Ilahi dalam menjalani
kehidupan di masa depan.
Sungguh indah dan nikmat, jika di saat masjid-masjid
mulai lengang ditinggalkan sebagian pelanggan
jama’ahnya , kita bisa melakukan transformasi hati dan
pikiran duniawi ke dalam kesucian hati dan pikiran di
rumah-Nya.
Yang sangat dibutuhkan untuk beriktikaf adalah
komitmen hati dan disiplin beribadah dengan tulus ikhlas
di rumah-Nya, bukan di rumah masing-masing.
‘Aisyah RA meriwayatkan bahwa  “ Jika memasuki sepuluh
hari terakhir bulan Ramadhan, maka Rasulullah SAW
selalu mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan
malam-malamnya, dan membangunkan
keluarganya .” (HR. Bukhari-Muslim).
( Muhbib Abdul Wahab)

Bersujud

Ada orang yang beranggapan ibadah adalah urusan
orang-orang tua, bahkan ada yang shalat cepat sekali
sehingga mengabaikan bacaan-bacaan shalat yang
seharusnya dibaca dengan baik termasuk ketika bersujud.
Seakan-akan tidak membaca do’a sedikitpun ketika
bersujud. Padahal saat itulah kita merasa kecil di
hadapan Allah SWT. Saat bersujud, kita meletakkan
anggota tubuh di tempat yang paling rendah.
Kita tanggalkan semua atribut keduniaan, kita copot gelar
kebangsawanan, kita letakkan semua gelar kehormatan.
Semuanya kecil ketika bersujud di hadapan Allah SWT.
Saat itulah kita banyak membaca do’a.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim,
Rasulullah SAW bersabda, “Kalian harus memperbanyak
sujud kepada Allah SWT. Ketika kalian bersujud, Allah
akan angkat derajat kalian, dan Allah akan menghapus
satu dosa kalian .”
Ada dua hal penting yang patut kita garisbawahi dari
hadis di atas. Perintah sujud yang disampaikan
Rasulullah SAW memberikan dua manfaat yang sangat
berguna bagi kehidupan kita.
Pertama, dengan banyak bersujud, Allah SWt akan angkat
derajat kita. Derajat yang akan Allah berikan kepada kita
bisa berupa derajat di dunia maupun di akhirat.
Di dunia bisa berupa kehidupan sakinah, berupa jabatan,
bisa berupa mendapatkan jodoh yang ideal, bisa juga
keinginan-keinginan lain yang dikabulkan. Semuanya itu
merupakan dampak positif dari banyak bersujud kepada
Allah SWT.
Sedangkat derajat di akhirat hanyalah Allah SWT yang
Maha Mengetahui. Tidak seorangpun manusia yang
mengetahui akan hal itu, karena itu menjadi rahasia Allah
SWT.
Kedua, dengan bersujud Allah SWT akan menghapus satu
dosa. Sebagai manusia tentu saja banyak perbuatan dosa
yang kita lakukan, disengaja ataupun tidak. Perbuatan
dosa tersebut tidak kita ketahui jumlahnya, kecuali nanti
di yaumil hisab (Hari perhitungan).
Anjuran Rasulullah SAW banyak bersujud agar dosa kita
satu persatu dihapus. Semakin banyak kita bersujud,
semakin banyak dosa kita yang dihapus. Semakin banyak
kita melaksanakan shalat tentu semakin banyak sujud
yang kita lakukan.
Bila dalam satu raka’at shalat kita bersujud sebanyak dua
kali, dalam 17 raka’at sehari semalam kita sudah
bersujud sebanyak 34 kali. Bagaimana dengan shalat
sunat lainnya yang kita lakukan?
Ambil contoh, shalat taraweh yang kita laksanakan di
bulan Ramadhan. Ada yang melaksanakan 11 raka’at, ada
juga yang melaksanakan 23 raka’at. Bisa kita hitung 23
raka’at berarti 46 kali sujud.
Bila dijumlahkan shalat wajib dan shalat taraweh berarti
kita sehari-semalam, kita bersujud kepada Allah 34 + 46 =
80 kali sujud. Itu berarti kalau Allah SWT menjanjikan
satu kali sujud menghapus satu dosa, sehari semalam di
bulan Ramadhan terhapus 80 dosa kita.
Padahal dosa yang kita perbuat dalam sehari banyak
sekali lebih dari 80 perbuatan dosa. Rasanya dengan
bersujud sebanyak 80 kali sehari masih belum dapat
menghapus dosa-dosa kita.
Karena itu, bersujudlah kepada Allah SWT sebanyak-
banyaknya. Tidak perlu dihitung-hitung. Setiap kali ada
waktu luang bersujudlah, karena memang Allah
menciptakan kita manusia tidak lain untuk beribadah
kepadaNya. Wallahua'lam.
(Ust Ach Dzaky)

Beriman Lewat Harta

Di dalam Alquran Allah SWT berfirman, “Dan kelak akan
dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka, yaitu
orang yang mengeluarkan hartanya (di jalan Allah) untuk
menyucikan jiwanya. Dan ia tidak mengharapkan balasan
untuk kebaikannya, selain menghendaki wajah Tuhannya
yang Mahatinggi. Dan pasti ia kelak mendapat
keridhaan. ” (QS al-Lail [92]: 17-21).
Ayat tersebut menjelaskan tentang sikap Abu Bakar yang
sangat spektakuler dalam memanivestasikan keimanan
dan ketakwaannya melalui harta yang dimilikinya.
Sebagai seorang sahabat Nabi SAW yang dikaruniai
nikmat harta, dia tidak pernah segan untuk mengeluarkan
harta demi kejayaan umat Islam.
Ibn Abi Hatim meriwayatkan dari Urwah bahwa Abu
Bakar memerdekakan tujuh orang budak yang disiksa
oleh pemiliknya karena beriman kepada Allah.
Al-Hakim meriwayatkan dari Amir ibnu Abdullah ibn al-
Zubar dari bapaknya bahwa Abu Quhafah, ayah Abu
Bakar, berkata kepada Abu Bakar, “Aku lihat kau
memerdekakan budak-budak yang lemah. Anakku,
sekiranya kau memerdekakan budak-budak yang kuat,
pasti mereka akan membela dan mempertahankanmu.”
Mendengar ucapan ayahnya, Abu Bakar berkata, “Ayah,
aku hanya mengharapkan apa yang ada di sisi Allah.”
Maka, turunlah ayat di atas yang membenarkan sikap Abu
Bakar.
Dari kisah Abu Bakar tersebut, Ibnu Katsir dalam
tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang akan dijauhkan
Allah dari neraka hanyalah orang yang benar-benar
bertakwa dan orang yang paling baik dalam menjaga diri.
Terutama dalam masalah membelanjakan harta
kekayaannya yang ditujukan hanya demi mengharap
balasan dari Allah SWT semata.
Apabila hal tersebut dimiliki oleh seorang Muslim, pasti
kelak Allah akan memberikan keridaan-Nya kepada
seorang hamba yang benar-benar menyifati dirinya
dengan sifat-sifat mulia, seperti yang telah dicontohkan
oleh Abu Bakar.
Kemudian, Ibnu Katsir meriwayatkan kisah yang berbeda
tentang Abu Bakar. Jadi, suatu ketika Rasulullah
bersabda, “Barang siapa menginfakkan sepasang harta di
jalan Allah, maka malaikat penjaga surga akan
memanggilnya, 'Wahai hamba Allah, yang demikian itu
sangatlah baik.'
Kemudian Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa
yang dipanggil darinya dalam keadaan darurat, apakah
akan dipanggil seseorang darinya secara keseluruhan?”
Beliau menjawab, “Ya, dan aku berharap engkau termasuk
salah seorang di antara mereka. ” (HR Bukhari Muslim).
Dengan demikian, dapat dipahami secara terang
benderang bahwa setiap hamba Allah yang diberi karunia
harta sangat mungkin untuk bisa masuk surga dan
selamat dari siksa neraka. Asalkan, harta yang dimilikinya
benar-benar dimanfaatkan sepenuhnya di jalan Allah.
Sebab, harta kekayaan pada hakikatnya adalah titipan
Allah yang harus dibelanjakan untuk kepentingan Islam
dan umat Islam.
Bukan untuk kenikmatan pribadi semata, apalagi sekadar
untuk pamer atau menjadikannya sebagai alat guna
meraih popularitas dan kedudukan. Untuk itu, di bulan
Ramadhan ini, mari kita jadikan harta yang kita miliki
sebagai media untuk meraih ketakwaan.
(Imam Nawawi)

Kamis, 08 Agustus 2013

Petasan Renggut Nyawa di Gudo Jombang

Petasan Meledak Saat Diracik, Didik Tewas
Mengenaskan
Rabu, 7 Agustus 2013 - 08:10 wib
Rumah Didik hancur setelah ledakan petasan
(Dok: Mukhtar/Sindo TV) enlarge this image
JOMBANG - Sebuah rumah hancur akibat ledakan
petasan di Desa Godong, Kecamatan Gudo, Kabupaten
Jombang, Jawa Timur, Selasa malam. Satu orang tewas
dan satu lainnya luka-luka.
Kapolsek Gudo, AKP Ismono Hadi, menjelaskan, ledakan
terjadi saat Didik Irwanto (27) sedang meracik petasan
yang rencananya akan dipakai pada malam Idul Fitri.
Ledakan keras menewaskan Didik. Kondisinya sangat
mengenaskan, seluruh bagian tubuhnya hancur.
Rumah Didik juga hancur berantakan. Genting-genting
pecah hanya menyisakan kerangka kayu. Jendela rumah
juga pecah.
Sementara rekan Didik, Taufiq Hidayat, menderita luka
parah dan langsung dilarikan ke RSUD Jombang. Saat
kejadian, Taufiq membantu Didik meracik petasan.
Dari kejadian ini, Didik mengimbau kepada masyarakat
agar tidak memproduksi atau bermain petasan.
(Mukhtar Bagus/Sindo TV) (ton)

Sabtu, 03 Agustus 2013

Ini Dia Yang Menjadikan Hafidz Indonesia Ditegur KPI

SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, sejumlah program
khusus Ramadhan mendapat teguran tertulis dari Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI).
Pada 15 Juli 2013, KPI melayangkan surat teguran tertulis
pada antv (Sahurnya Pesbukers), Trans 7 (Sahurnya OVJ),
dan RCTI (Hafidz Indonesia).
Lawakan yang dianggap kasar membuat Sahurnya
Pesbukers dan Sahurnya OVJ kena tegur.
Pelanggaran Sahurnya Pesbukers terjadi pada tayangan
10 Juli 2013. Dilansir situs KPI, Selasa (16/7) adegan yang
melecehkan orang dan/atau masyarakat dengan kondisi
fisik tertentu serta pelanggaran terhadap norma
kesopanan, di antaranya: 1.) Sapri berkata kepada Andika
yang menggendong Daus Mini “Tadi gue lihat lu bawa
monyet tiga, sekarang tinggal satu”; 2.) Eko berkata
tentang Daus Mini, “Ganteng-ganteng dibilang monyet…
Itu bukan monyet … (tapi) nying-nying."
Sementara dalam Sahurnya OVJ, KPI menemukan
pelanggaran pada episode 12 Juli 2013. Pelanggaran yang
dimaksud berupa adegan Desta yang mengolok-olok pria
berbaju kuning dengan kondisi fisik tertentu (memiliki
gigi tonggos) dengan sebutan “saringan pasir”.
Selanjutnya, Andre berkata, “Ini bukan saringan pasir, ini
bukaan botol”. Selain itu, ditampilkan adegan Andre yang
berkata tentang Nunung, “No, there is no my future wife,
there is balon gas”.
Untuk program Hafidz Indonesia, bukan lawakan yang
dipersoalkan. Dalam tayangan 9 Juli 2013, terdapat
adegan close up seorang anak yang tampak buang air
kecil saat ia menjadi peserta program tersebut. Kamera
menyorot celana anak tersebut yang tampak basah. Jenis
pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran
terhadap perlindungan anak dan norma kesopanan.
(ray/ade)

Kamis, 01 Agustus 2013

Tips Cara Meningkatkan Kharisma

Ingin kharisma diri meningkat dan dihargai banyak
orang ikuti cara ini.
Kharisma diri merupakan pancaran pesona yang timbul
ketika orang melihat kita hal ini perlu dimiliki seorang
pemimpin agar anak buah atau bawahan kita menjadi
lebih segan dan hormat ke kita. Nah apa kamu sudah
memiliki kharisma diri yang baik di hadapan anak buah
kamu jika jawabanya belum maka cara cara berikut ini
akan meningkatkan kharisma diri kamu menjadi lebih
baik lagi.
Mau tahu caranya simak5 Cara Meningkatkan Kharisma
Diri berikut ini.
1. Aktif mendengarkan
Aktiflah dalam mendengarkan ketika sedang ada diskusi
dan bertanya soal apa yang kamu tidak ketahui dari
diskusi tadi dengan aktif mendengar maka kamu akan
belajar cara mendengarkan yang baik sehinga tidak
mudah terjadi kesalahan dalam mendengarkan yang
berakibat kesalahpahaman. Selai itu dengan
mendengarkan maka akan membuat kita lebih banyak
berbicara. Kebanyakan orang cenderung suka mengingat
pendengar yang baik sebagai orang yang positif.
2. Berbicara dengan jelas
Suatu komunikasai yang baik terjadi jika berbicara
dengan jelas nah jika kamu tidak bebicara dengan jelas
maka sudah pasti lawan bicara juga akan sulit mengerti
apa yang kamu bicarakan. Maka dari itu, belajarlah untuk
bicara dengan jelas dan pastikan Anda bisa memilih
kalimat yang tepat dalam menyampaikan sesuatu.
3. Senyuman tulus
Sebuah senyuman yang tulus membuat Anda lebih mudah
mendekati orang-orang di sekitar Anda. Psikolog di
University of California di Berkley telah mempelajari foto
dari 141 siswa SMA dalam buku tahunan Mills College,
dan kemudian ditindaklanjuti dengan melibatkan subyek
yang sama pada usia 27, 43 dan 52 tahun.
Hasilnya menunjukkan bahwa para wanita yang memiliki
senyuman tulus dari hati cenderung memiliki pernikahan
yang langgeng daripada mereka yang memamerkan
senyum palsu, dan lebih mungkin untuk mengalami
kesejahteraan yang lebih baik. Ketika Anda tersenyum
dari hati dan sekaligus menunjukkan kepribadian yang
baik, maka Anda akan mendapatkan lebih banyak dan
memberi lebih banyak kepada orang-orang di sekitar
Anda.
4. Postur tubuh
Postur tubuh yang baik pastinya akan meningkatkan
kepecayaan diri seseorang sehinga lebih ber karisma jika
dipandang orang. Nah untuk meningkatkan karisma apa
salahnya kamu membuat potur tubuh kamu menjadi
lebih baik dengan cara mengangkat kepala Anda dan
berjalan penuh rasa percaya diri.
5. Mengingat nama
Hanya dengan bisa mengingat nama seseorang, kamu
akan dapat perhatian lebih darinya. Ini sangat sederhana
namun efektif untuk membangun citra yang baik di depan
publik. Jika kamu termasuk salah satu orang yang sulit
menghafalkan nama seseorang, tuliskan sebuah deskriptif
singkat di ponsel tentang orang-orang yang kamu temui.
Apakah itu bentuk alisnya, matanya, atau apa pun yang
akan mengingatkan kamu padanya.

Bagaimana Bisa Disayang Semua Orang?

Assalamualaikum pak ustad
Maaf ganggu malam2 boleh konsul?
Pak ustad, bagaimana biar bisa disayang semua orang?
Bu Lynda, Jombang
+628193508xxxx


Jawab:
Waalaikumsalam Ibu Lynda.
Kita hidup punya 2 "jalur" hubungan, yaitu "habluminallah" (hubungan dengan Allah) dan "habluminannas" (hubungan dengan sesama manusia), dua-duanya sama penting untuk dijaga, bagaimana agar hubungan kita dengan sesama bisa baik? Bisa disayang lingkungan kita? Kuncinya adalah "tepo sliro" saling menghormati, bagaimana kita mau dihormahi orang lain bila kita tidak mau menghormati orang lain, caranya:
* Antusias dalam bersosialisasi
* Tak pernah kehilangan senyum
* Mengingat nama & identitas orang
* Mau jadi pendengar & tidak egois untuk jadi pusat perhatian
* Mau membahas/membicarakan minat orang lain
* Bisa menciptakan rasa "dianggap" dan membuat dia merasa penting.
* dll
Mungkin itu dulu beberapa masukan dari saya, bila ada yang kurang jelas atau minta penjabaran lagi monggo sms/email, salam buat orang tua dan suami nggih, suwun...
Wassalamualaikum.


 
Tanya Jawab Diasuh Oleh:
Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
Ketua Qurrota A'yun Psychology Consultant
Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa Gudo Jombang
Bila ada pertanyaan silahkan dismskan ke nomor 081559551234 atau ke email dimascokropamungkas@gmail.com, tolong disertakan biodata Anda (minimal nama dan kota tinggal) terimakasih, semoga bisa membawa manfaat bagi kita semua, Aamiin...

Apa Keutamaan Mandi di Hari Jum'at?

Assalamualaikum Gus Dimas,
Apakah keutamaan mandi dihari jum'at?
Apakah memang ada kewajiban untuk mandi di hari jum'at?
Terimakasih.
Wassalamualaikum wr wb.
(Bpk Wastomi, Sidoarjo)
+62811297xxx


Waalaikumsalam Bpk Wastomi,
Terimakasih kembali atas pertanyaanya,
Mandi adalah cara kita menjaga kebersihan dan kesehatan diri, mandi adalah usaha kita untuk merawat fisik kita yang merupakan titipan Allah, bukankah Allah marah pada orang-orang yang menyianyiakan dirinya? Ada hadits:
Dari Abu Sa'id Al Khudriy ra., bahwa Rasulullah saw. Pernah bersabda: "mandi pada hari Jum'at diwajibkan atas setiap orang yang baligh" (HR. Imam Tujuh)
Juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud:
Dari Aisyah ra., ia berkata: "Nabi saw. Selalu mandi karena empat perkara, yaitu karena jinabah, hari Jum'at, setelah berbekam, dan setelah memandikan jenazah"
Demikian penjelasan saya, semoga bisa menjadi jawaban atas apa yang sampean pikirkan, suwun...
Wassalamualaikum.


Tanya Jawab Diasuh Oleh:
Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
Ketua Qurrota A'yun Psychology Consultant
Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa Gudo Jombang

Bila ada pertanyaan silahkan dismskan ke nomor 081559551234 atau ke email dimascokropamungkas@gmail.com, tolong disertakan biodata Anda (minimal nama dan kota tinggal) terimakasih, semoga bisa membawa manfaat bagi kita semua, Aamiin...

Apakah Keluar Air Madzi Membatalkan Wudlu?

Assalamualaikum Ustadz Dimas,
Selamat menjalankan 10 hari terakhir ramadlan, maaf saya mau tanya tentang bab wudlu, adapun pertanyaan saya sbb:
1. Apakah keluar air madzi membatalkan wudlu?
2. Apakah mencium istri itu juga membatalkan wudlu?
3. Saat saya sholat, sering merasa ada sesuatu dlm perut, seperti proses kentut (maaf) tapi saya merasa tidak ada yg keluar dari lubang belakang, apakah saya masih suci? Saya jadi ragu dengan sholat saya.
Wassalamualaikum Ustadz,
(Bpk Wahono, Tegal)
+62818319xxx


Jawab:
Waalaikumsalam,
Selamat beribadah ramadan juga buat sampean, semoga ramadan ini bisa membuat kita jadi lebih baik dari kemarin, Aamiin...
Masalah wudlu sangat penting, karena menentukan untuk ibadah kita setelahnya, terutama sholat, dibawah ini jawaban saya untuk pertnyaan sampean:
1. Kalau yg keluar air mani sampean wajib wudlu lagi, namun tidak dengan air madzi, monggo benar-benar dipahami perbedaan antara air madzi dan air mani.
2. Mencium atau bersentuhan dengan istri tidak membatalkan wudlu, beda dengan bila kita tersentuh/bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan pasangan kita.
3. Selagi sampean tidak mendengar suara, atau tidak mencium sesuatu, atau tidak merasakan sesuatu keluar dari lubang belakang tidak perlu berwudlu, cukup yakinkan diri/hati untuk tetap fokus dan kusyuk dalam sholat.
Wassalamualaikum.



Tanya Jawab Diasuh Oleh:
Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
Ketua Qurrota A'yun Psychology Consultant
Ketua Pencak Silat NU Pagar Nusa Gudo Jombang

Bila ada pertanyaan silahkan dismskan ke nomor 081559551234 atau ke email dimascokropamungkas@gmail.com, tolong disertakan biodata Anda (minimal nama dan kota tinggal) terimakasih, semoga bisa membawa manfaat bagi kita semua, Aamiin...