Kamis, 27 Februari 2014

Dalam Islam, Semua Penyakit Ada Obatnya

Semua Penyakit Ada Obatnya
Oleh:
Gus Dimas
(Dimas Cokro Pamungkas)

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيْبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ
Artinya:
Semua penyakit itu ada obatnya. Apabila obat tersebut sesuai dengan penyakitnya, penyakit tersebut akan sembuh dengan seizin Allah Azza wa Jalla” (H.R. Muslim).

مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلاَّ أَنْزَل لَهُ شِفَاءً
Allah tidaklah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut ” (H.R. Bukhari)


Dari Usamah bin Syarik radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata:
 
كُنْتُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَجَاءَتِ اْلأَعْرَابُ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَنَتَدَاوَى؟ فَقَالَ: نَعَمْ يَا عِبَادَ اللهِ، تَدَاوَوْا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلاَّ وَضَعَ لَهُ شِفَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ. قَالُوا: مَا هُوَ؟ قَالَ: الْهَرَمُ

Aku pernah berada di samping Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat?” Beliau menjawab: “Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya: “Penyakit apa itu?” Beliau menjawab: “Penyakit tua.” 
(HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Shahih mimma Laisa fish Shahihain, 4/486)
 
Bahkan di dunia modern ini kita bisa berobat dengan makanan, semua itu ada penjabarannya di kitab Ath-Thibb An-Nabawi oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dia berkata " para dokter sepakat bahwa ketika masih mungkin berobat dengan makanan, dokter tidak boleh melampaui batas memberi obat. Ketika memungkinkan berobat secara sederhana, dilarang untuk memperumkit. Semua penyakit yang masih bisa diobati dengan makanan bergizi atau zat pelindung lainnya tidak boleh disembuhkan dengan obat-obatan.  obat harus sesuai dengan penyakit dan harus benar-benar sakit, karena bila minum suatu obat tapi dia tidak berpenyakit yang cocok dengan obat itu malah akan menimbulkan  penyakit baru, bahkan komplikasi. Jadi, Pasien harus minum obat yang sesuai dengan penyakitnya dan dengan dosis yang tepat sesuai kadar penyakitnya.
Wallahu a'lam biss-shawab
 
(DCP/UstadzCinta)

Senin, 17 Februari 2014

Keutamaan orang berilmu dan caranya memandang masalah

Assalaamu alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh.

Simaklah Kalam Allah ini dengan iman, "Katakanlah, 'Apakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?' Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal lah yang dapat menerima pelajaran." (QS Az Zumar: 9).

"Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat." (QS Al Hasyr: 11).

Rasulullah bersabda, "Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim." (HR Ibnu Majah).

"Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya dengan hal itu Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak." (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Subhanallah, inilah yang selalu membuat kita senang belajar dan belajar. Semoga Allah memberi kita kesenangan belajar dan terus asyik memperbaiki diri. Amin.

Sahabatku, sikap, perbuatan dan bicara seseorang tergantung cara pandang orang itu. Dan cara pandang orang itu tergantung apa isi hatinya, kalau isinya baik, cara pandangnya baik dan bicaranya baik serta sikapnya pun baik, seperti hamba Allah yang bertakwa selalu bicara baik, jujur, santun, tegas, pandai, rendah hati dan istiqomah (QS An Nisa : 9).

Bandingkan dengan orang yang hatinya buruk, pikirannya buruk sangka, mulutnya mudah dusta, gosip dan caci maki, dan sikapnya pun angkuh. Karena itu, sahabatku, isilah hati dengan 'ar roja,' rasa rindu kepada Allah dan rindu surgaNya dan 'al khouf,' rasa takut kepada Allah dan takut nerakaNya. Buahnya, kesenangan ibadah, semangat amal shaleh dan kemulian akhlak.

Subhanallah, bahagianya hidup ini, sahabatku. Sungguh hati ini sangat sayang kalian karena Allah. Duhai sahabatku, semoga doa kita ini diijabah Allah, Allahumma ya Allah, himpunlah kami dalam ridha rahmat ampunan dan surgaMu di akhirat kelak.Aamiin.

Kematian adalah nasehat tajam untuk mengingatkan ibadah

Assalaamu alaikum wa rahmatullah wa barkaatuhu.

Subhanallah, Sahabatku. Rasul yang mulia mengingatkan pada kita, "Cukuplah kematian sebagai peringatan bagimu". Memang kematian adalah nasehat lebih tajam daripada nasehat lisan.

Sungguh setiap kita sebagai makhlukNya sudah divonis mati bahkan sebelum kelahiran kita, "Setiap yang berjiwa pasti mati." (QS Al Anbiya: 35).

Dan setiap kita sudah ada jadwal kematian, "Tidaklah suatu jiwa mati kecuali sudah ada kitab ajalnya." (QS Ali Imron: 145).

Sungguh kematian datang pada siapapun, pada yang sakit, juga pada yang sehat, pada yag tua juga pada yang muda, pada yang jelata juga pada yang kaya, bahkan pada yang sembunyi membangun benteng yang kokoh dengan barikade pengawalan ketat pasti mati juga.

"Di mana pun kalian berada pasti kematian merengut kalian walaupun dalam benteng yang kokoh." (QS An Nisa: 78).

Kita tidak akan pernah bisa menghindari kematian bahkan kadang datang 'baghtatan', sekonyong-konyong, mendadak (QS Al An'am: 31). Kita tidak pernah tahu kapan, di mana dan bagaimana cara kita mati. 'Mastuurun', dirahasiakan Allah, kapan, di mana dan bagaimana? Kita tidak tahu. Yang pasti, pasti mati.

Hikmahnya agar kita bersiap-siap menghadapinya, jangan lengah, sibukkan diri dengan ibadah, amal shaleh, hidup dalam Sunnah Nabi Muhammad, jangan sekali-kali nekat berbuat maksiat. Jadilah hamba Allah yang beriman, cerdas, lagi mulia akhlak.

Simaklah sabda Rasulullah, "Umatku yang paling cerdas adalah umatku yang paling banyak ingat mati, lalu mempersiapkan dirinya hidup setelah mati." (HR Ath Thabrani).

Karenanya, sahabatku tercinta, camkan nasehat Rasulullah, "Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan-kelezatan, yaitu kematian." (HR Tirmidzi No 230, Shohihul Jami' no. 1210).

Jangan terkecoh lagi dengan permainan dunia ini. Taatlah pada Allah, bangunlah salat malam, tadaburkan Alquran, penuhi panggilan Allah untuk berjamaah di rumahNya, tebarkan sedekah dan kebaikan, bimbing keluarga agar semakin takut pada Allah, rendahkanlah hati kalian, duduklah di majelisNya, majelis yang membuat kalian semakin takut padaNya dan membuat kalian mudah menangis karenaNya.

"Dan berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik baik bekal adalah takwa." (QS Al Baqarah: 197).

Allahumma ya Allah, tancapkan di hati kami keindahan iman, kelezatan taat, kemuliaan akhlak dan wafatkanlah kami dalam keadaan khusnul khotimah. Amin.

Hikmah diberikannya cobaan bagi seorang Mukmin

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Simaklah kalam Allah dengan iman, "Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, krisis pangan sampai kematian, dan berikanlah kabar gembira ini kepada orang-orang sabar yaitu orang-orang yang ditimpa musibah mereka mengucapkan "lnna lillahi wainnaa ilaihi raaji'un'." (QS Al Baqarah: 156).

Rasulullah bersabda, "Siapa yang dikehendaki Allah suatu kebaikan, maka diberiNya cobaan." (HR Bukhari).

"Tiada henti-henti cobaan menimpa mukmin, baik mengenai dirinya, keluarganya, hartanya hingga ia menghadap Allah dalam keadaan bersih dari dosa." (HR Tirmidzi).

"Apabila Allah menguji hambaNya dengan membutakan dua matanya, kemudian ia sabar, maka Allah menggantinya dengan ampunan dan surgaNya." (HR Bukhari).

"Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian hidup, maka siapa yang ridha dengan ujian Allah, ia mendapat keridhaan Allah, dan siapa marah dengan ujianNya, ia pun mendapat murkanya Allah." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Jadi, jangan pernah marah pada Allah yang menguji kita, jangan buruk sangka lagi. Jangan bersedih berkepanjangan lagi. Apalagi sampai putus asa.

Ikhlas, sabar, baik sangka, ikhtiar, doa dan tawakkaladalah 'al manhaj', jalan yang membuat Allah ridha. Jangan bersedih. Don't be sad, just a moment, and next you will be happy forever. Insya Allah.

Saudaraku, mari kuajak diriku dan kalian untuk merenungi nasihat Rasulullah, "Sungguh jika di antara kalian telah wafat, diperlihatkan padanya tempatnya kelak setiap pagi dan sore. Jika ia penduduk surga, maka diperlihatkan bahwa ia penduduk surga. Jika ia penduduk neraka, maka diperlihatkan bahwa ia penduduk neraka. Dan dikatakan padanya: 'inilah tempatmu'. Demikian hingga kau dibangkitkan Allah di Hari Kiamat." (Shahih Bukhari).

Alhamdulillah, yang membuat kita bahagia saat ini sebelum tidur di alam kubur, kita masih diberi kesempatan untuk bertaubat, beribadah, beramal sholeh dan menebarkan kebaikan, sekalipun waktu yang Allah berikan terlalu sebentar untuk mengumpulkan bekal selama-lamanya di Akhirat kelak.

Jangan sia-siakan lagi sisa hidup ini, Sahabatku. Berwudhu, berdoa, berzikirlah, sebelum wafat khusnul khotimah. Insya Allah, aamiin.

Tidak ada jalan kehidupan yang paling baik kecuali dakwah

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Ketahuilah sahabatku, "Tidak ada perkataan yang paling baik, tidak ada perbuatan yang paling mulia, tidak ada waktu yang paling bermanfaat, tidak ada harta yang paling berkah, tidak ada persahabatan paling akrab, tidak ada keluarga yang paling membahagiakan, tidak ada popularitas paling tinggi, tidak ada lelah yang paling nikmat selain digunakan di jalan Allah, yaitu dakwah." (QS Fushshilat: 33).

Inilah amal termulia para rasul dan nabi. Kita pun bisa merasakan indah dan nikmatnya Islam karena dakwahnya para ulama yang istiqomah.

Sungguh kekhusyuan salat membawa pada kenikmatan dakwah selama kita lakukan benar-benar semata-mata karena rindu ridho Allah, rasulNya dan surgaNya.

Rasulullah bersabda, "Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk Allah, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikit pun juga dari pahala-pahala mereka" (HR Muslim).

Subhanallah, inilah yang membuat hamba-hamba beriman sangat semangat berdakwah untuk dirinya, keluarga, anak cucu keturunannya, para sahabatnya tercinta dan seluruh umat manusia.

Sungguh awal kehinaan mereka yang mengomersilkan dakwahnya, dengarkan Kalam Allah ini, "Ikutilah orang-orang yang berdakwah yang mereka tidak meminta kepada kalian sesuatu balasan, sedang mereka adalah orang-orang yang mendapat hidayah Allah" (QS Yasin 21).

Tanpa diminta lalu diberi hadiah terimalah, dan afdholnya manfaatkan kembali untuk kemaslahatan umat, seperti biaya pesantren, pembinaan yatim piatu, dan sebagainya. Sungguh, juru dakwah yang mandiri lebih punya izzah kehormatan dan kemuliaan diri.

Semoga kita dan anak cucu keturunan kita, Allah jadikan Imam di antara hamba-hamba Allah yang bertakwa dan Allah masukkan sebagai barisan juru dakwahNya yang istiqomah. Aamiin. Sahabatmu yang selalu merindukan diri ini dan kalian bahagia hidup dalam Islam.

Kemuliaan bagi orang-orang yang berkumpul dalam majelis dzikir

Assalamu alaikukum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari orang-orang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling memanggil: 'Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit.

Apabila orang itu telah berpisah (bubar dari majelis dzikir) maka para malaikat naik ke langit. Maka bertanyalah Allah kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). Allah berfirman: 'Darimana kalian semua?' Malaikat berkata: 'Kami datang dari sekelompok hambaMu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, dan bertahlil kepadaMu.

Allah berfirman: "Apakah mereka pernah melihatKu?' Malaikat berkata: 'Tidak pernah.' Allah berfirman: 'Seandainya mereka pernah melihatKu?' Malaikat berkata: 'Andai mereka pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepadaMu, lebih bersemangat memujiMu, dan lebih banyak bertasbih padaMu.'

Allah berfirman: 'Lalu apa yang mereka pinta padaKu?' Malaikat berkata: 'Mereka minta surga kepadaMu.' Allah berfirman: 'Apa mereka pernah melihat surga?' Malaikat berkata: 'Tidak pernah.' Allah berfirman: 'Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?' Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya, dan semakin besar keinginan untuk memasukinya.'

Allah berfirman: 'Dari hal apa mereka minta perlindungan?' Malaikat berkata: 'Dari api neraka.' Allah berfirman: 'Apa mereka pernah melihat neraka?' Malaikat berkata: 'Tidak pernah' Allah berfirman: 'Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka?' Malaikat berkata: 'Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya.' Allah berfirman: 'Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka.'

Salah satu dari malaikat berkata: 'Di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga?).' Allah berfirman: 'Mereka adalah satu kelompok di mana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa'." (HR Bukhori Muslim).

Dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir: "Aku ampunkan segala dosa mereka dan Aku beri permintaan mereka." Subhanallah, mulianya mereka yang berdzikir, sahabatku.

Hal-hal yang harus disegerakan dalam hidup

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Sahabatku, inilah yang harus kita segerakan dalam hidup di dunia sebentar ini. Segera bertaubat sebelum ajal tiba. Segera tegakkan salat sebelum habis waktunya. Segera tunaikan zakat sebelum datang bala, karena zakat menolak bala. Segera laksanakan haji kalau sudah mampu, kalau tidak mati seperti orang yahudi.

Segera selesaikan utang, kalau tidak jadi perkara di alam kubur. Segera minta maaf, kalau tidak dibalas di akhirat. Segera menguburkan jenazah muslim. Bila telah selesai satu urusan, bersegeralah menyelesaikan urusan berikutnya. Segera nikah, kalau tidak banyak fitnah.

Subhanallah. Semoga Allah jadikan kita hambaNya yang tidak menyia-nyiakan waktu hidup di dunia ini untuk bekal panjang di akhirat nanti. Aamiin.

Subhanallah, lantas bagamana caranya agar kembali menghidupkan hati yang mati? Mulailah dengan sungguh-sungguh bertaubat. Allah janji akan mengubah keadaan mereka yang sungguh-sungguh bertaubat, "yubaddilullaahu sayyiaaatihim hasanaat" (QS Al Furqon: 70). Tadinya kotor menjadi bersih, tadinya hina menjadi mulia, tadinya mati menjadi hidup, tadinya hatinya keras menjadi mudah menangis.

Kedua, banyak berdzikir, beristiqhfar dan bersholawat, "Liyukhrijakum minazhzhulamaati ilan nuuri", mereka yang banyak berdzikir, Allah keluarkan dari kegelapan menuju cahayaNya" (QS Al Ahzab: 41-44).

Dan Rasulullah pun mengingatkan bahwa perbedaan hamba yang berdzikir dengan yang tidak, seperti orang yang hidup dengan yang mati.

Ketiga, menghidupkan sunnah-sunnah nabi Muhammad, seperti menegakkan salat malam, tadabburul Quran, berjamaah di masjid, sedekah, selalu menjaga wudhu, dan sebagainya. Lakukan dengan kesadaran, kecintaan kepada Rasulullah, dan lakukan istiqomah terus menerus, jangan putus. maka "wa ashlaha baalahum", Allah ubah keadaan mereka (QS Muhammad 2).

Tentu yang paling utama adalah serius taat, maka banyak keajaiban pada hamba Allah yang sungguh-sungguh taat, "Barangsiapa bertakwa sungguh-sungguh maka Allah tunjukkan jalan keluar dari masalahnya, dan rizki yang tidak pernah ia duga." (QS Ath Thalaq: 2-3).

Kenali tanda-tanda nafsu dalam diri

Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Sahabat sholehku. Mari kenali nafsu yang bersemai pada setiap insan dan diri kita.

1. Nafsu Ammarah (QS Yusuf: 53), ini adalah nafsu yang hanya puas kalau sudah maksiat, sangat tidak suka ibadah, benci nasihat kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Seperti senang berzina, sangat pemarah, hobi mabuk, benci ulama, ketagihan makan haram, korupsi dan sebagainya.

2. Nafsu Lawwamah (QS Al Qiyamah: 2), nafsu standar ganda, dari kata 'laima', mencela dirinya setelah berbuat maksiat lalu sangat menyesal tetapi tidak lama kemudian ketagihan lagi. Seperti, salatnya rajin tetapi masih suka berzina, tentu yang salah bukan salatnya, pelakunya yang belum paham tujuan, makna dan hikmah salat kecuali salat sekedar. Kalau salat itu benar-benar dihayati buahnya jauh dari maksiat, "Sesungguhnya salat itu mencegah zina dan mungkar" (QS Al Ankabut: 45), atau sudah haji tetapi korupsi dan sebagainya.

3. Nafsu muthmainnah, ini nafsu hamba Allah yang sholeh (QS Ar Ro'du: 28) "almuqorrobuun" (QS al Waqiah 88), senangnya ibadah, semangatnya beramal, hatinya lembut, dermawan, rendah hati, istiqomah, suka sekali duduk di masjid, majelis ilmu, cinta ulama, amat sangat takut maksiat, malah ia heran melihat orang berani maksiat, sedih sekali kalau bangun terlambat salat malam, asyiknya muhasabah diri, sama sekali tidak tertarik melihat aib orang lain, air matanya mudah menetes tatkala salat, membaca Alquran dan berzikir.

Allahumma ya Allah, lindungilah kami dari nafsu yang membuat kami maksiat kepadaMu dan bimbinglah nafsu kami menjadi muthmainnah, nafsu mendekat kepadaMu. Aamiin.
(Sumber) 

Aturan Islam tentang adab sebelum tidur

Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Sahabatku, di antara keutamaan Islam adalah bersifat universal. Islam memberikan tuntunan pada pemeluknya di beragam bidang. Dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Ada beberapa hal yang perlu kita praktikkan berkenaan dengan tata cara tidur seperti dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Berikut ini juga akan dijelaskan beberapa cara dan pola Nabi Muhammad tidur.

Pertama, muhasabah sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintropeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah dia lakukan di siang hari.

Lalu jika dia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunanNya, kembali dan bertaubat kepadaNya.

Kedua, tidur lebih dini, berdasarkan hadis yang bersumber dari Aisyah Radhiallahu 'Anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu Beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam melakukan salat (Muttafaqalaih).

Ketiga, disunnatkan berwudhu sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan (untuk kesehatan pencernaan). Al Bara menuturkan, Rasulullah bersabda, "Apabila kamu tidur maka berwudhulah sebagaimana wudhu untuk salat."

Keempat, disunnatkan juga mengibaskan sprei tiga kali sebelum berbaring, berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassalam bersabda, "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena dia tidak tahu apa yang ada di atasnya." Di dalam satu riwayat dikatakan, tiga kali (Muttafaq alaih ).

Semua yang Berada di Langit dan di Bumi Bertasbih Kepada Allah

Allah SWT berfirman, “Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kepunyaan-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS al-Hadid [57] : 1 - 2).

Firman lainnya menyebutkan, “Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan, Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS Ali Imran [3] : 26 -27). Subhanallah.

Mari kita renungkan firman Allah itu. Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Mana buktinya? Dalam sebuah hadis yang cukup panjang, Abu Dzar menceritakan dia pernah meminta izin Rasulullah untuk menyendiri di suatu tempat.

Sebelum berangkat, dia sempat menanyakan keberadaan khadam atau pelayannya. Pelayan itu sedang berada di rumahnya. Abu Dzar bergegas menemuinya. Ternyata, pelayan itu sedang duduk bersandar pada sebuah sandaran. Sendirian.

Anehnya, ujar Abu Dzar, dia seakan-akan tengah tergesa-gesa. Lalu, dia mengucapkan salam dan dijawab olehnya sebagaimana mestinya. Pelayan itu bertanya kepada Abu Dzar, “Atas izin siapa kamu datang kemari?” Dia menjawab, “Atas izin Allah dan Rasul-Nya.”

Pelayan itu mempersilakan Abu Dzar duduk. Dan, Abu Dzar duduk di sampingnya. Baru saja Abu Dzar duduk, Abu Bakar datang dengan tergopoh-gopoh. Abu Bakar mengucapkan salam dan dijawab oleh dia sebagaimana mestinya.

Tidak lama berselang, Umar bin Khaththab datang, kemudian Utsman bin Affan pun datang. Pelayan itu bertanya, “Atas izin siapa kalian datang kemari?” Abu Bakar, Umar, dan Utsman menjawab, “Kami datang kemari atas izin Allah dan Rasul-Nya.”

Lalu, Rasulullah pun datang. Dan, kisah yang menakjubkan dimulai. Beliau bersabda, “Mengapa sedikit sekali makanan yang tersisa ini?” Mendengar ungkapan itu semua sahabat diam saja karena tidak mengerti maksudnya.

Tiba-tiba beliau mengambil kira-kira enam butir kerikil. Kerikil itu sekonyong-konyong bertasbih di tangan Rasulullah hingga terdengar oleh pohon-pohon kurma di sekelilingnya. Masing-masing satu butir kerikil dipindahkan ke tangan Abu Bakar, Umar, dan Utsman.

Dan, subhanallah, kerikil itu bertasbih di tangan mereka. Semua yang hadir terdiam menyaksikan mukjizat itu. Takjub, luar biasa. Di dalam sejumlah hadis dinyatakan, keutamaan bertasbih sangat luar biasa.

Rasulullah bersabda, “Ada dua kalimat yang ringan diucapkan tetapi berat dalam timbangan dan (kalimat) itu dicintai oleh Ar-Rahman (Allah yang Maha Pemurah), yakni 'subhanallah wa bihamdihi, subhanallahi al-adhimi'.” (HR Bukhari dan Muslim).

Beliau bersabda, “Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu berbuat seribu kebaikan setiap hari? Lalu, ada seseorang dari sahabat itu bertanya kepada beliau: Bagaimana caranya seseorang di antara kami dapat berbuat seribu kebaikan setiap hari? Beliau bersabda: Dia membaca tasbih (subhanallah) seratus kali. Maka, baginya akan dicatat seribu kebaikan atau baginya akan dihapus dari padanya seribu kesalahan.” (HR Muslim).

Beliau bersabda, “Barang siapa membaca 'subhanallah wa bihamdih' seratus kali dalam sehari, akan dihapus dosa-dosanya sekali pun sebanyak buih di laut.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pada kesempatan lain beliau bersabda, “Ucapan yang paling dicintai Allah ada empat macam. Terserah kalian mau mulai dari mana saja pun boleh, yakni subhanallah, alhamdulillah, la ilaha ilallah, dan allahu akbar.'' (HR Muslim).

Sebagai manusia sudah semestinya kita bertasbih kepada Allah. Bagaimana tidak? Sedangkan semua yang berada di langit dan di bumi bahkan kerikil pun bertasbih kepada-Nya.

Rabu, 12 Februari 2014

Ulama dan Pemimpin Sejati

Alkisah, setelah mendapat tausiyah (nasihat) dari al-Fudhail Ibn Iyad al-Tamimi, Khalifah Harun al-Rasyid berkata kepadanya, “Terimalah uang seribu dinar ini untuk kamu berikan kepada keluargamu dan untuk menunjang ibadahmu.

Tetapi, al-Fudhail, seorang ulama yang ahli ibadah, itu menolaknya dan berkata, “Subhanallah, aku hanya menunjukkan kamu jalan menuju keselamatan, mengapa kamu membalasku dengan cara seperti ini? Semoga Allah memberikan kesejahteraan dan taufik kepadamu.

Ada kisah lain. Suatu ketika salah seorang dari kaum Muslimin mengetahui Khalifah Umar bin Abdul Aziz ingin makan apel. Namun, ia tidak mempunyai harta untuk membeli buah itu. Lantas, orang tadi menghadiahkan sejumlah buah apel yang kemudian ditolak oleh Umar.

Pada saat beliau ditanya mengenai penyebab ia menolak menerima hadiah tersebut, ia menjawab, “Aku tidak menerima hadiah selama aku menjadi khalifah bagi kaum Muslimin.” Kedua kisah di atas menggambarkan sosok ulama dan pemimpin yang berkarakter mulia.

Sikap al-Fudhail merupakan representasi tokoh ulama yang berpegang teguh pada prinsip agama. Segala bentuk ibadah atau kebaikan yang dilakukannya semata-mata ikhlas untuk memperoleh keridhaan Allah SWT. Beliau tidak mengharapkan balasan atau upah.

Bahkan, ia menolak segala bentuk pemberian atau hadiah atas kebaikan yang dilakukannya. Sekalipun, pemberian itu datang dari seorang raja atau pejabat pemerintahan. Inilah ulama sejati.

Sedangkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan representasi tokoh pemimpin yang memiliki keteguhan dalam memegang prinsip-prinsip religiusnya.
Ia tidak tergoda oleh segala bentuk hadiah, apalagi gratifikasi atau suap yang ditawarkan kepadanya. Inilah pemimpin sejati.

Al-Fudhail tidak suka kepada orang-orang yang suka pamer, sementara orang itu hanya pandai berbicara, tetapi tidak pernah berbuat. Di majelis perayaan, mereka suka dipuji dan disanjung atas sesuatu yang tidak mereka lakukan.

Mereka pura-pura bertakwa, padahal suka berbuat maksiat. Pencitraan. Karena itu, ulama yang meninggalnya dalam keadaan sedang bersujud di dalam mihrab itu memperingatkan mereka, “Hendaklah bertakwa kepada Allah dan janganlah menjadi orang pamer sedangkan kamu tidak merasa.”

Di samping itu, ulama kelahiran Khurasan dan besar di Kufah ini senantiasa berpesan kepada kaum Muslimin agar menjaga ukhuwah (persaudaraan), khususnya di antara kalangan umat Islam sendiri.

Ia berpesan, “Jika Muslimin saling membicarakan kejelekan-kejelekan atau aib saudaranya, ini berarti ukhuwah Islamiyahnya telah pudar. Laksana kayu yang tersepuh emas dan perak, dari bagian luar terlihat indah, padahal dalamnya hanyalah sepotong kayu rapuh.”
Sementara, Umar bin Abdul Aziz adalah pemimpin yang tegas, adil, dan bijaksana. Tingkah laku dan ucapannya penuh kesantunan.
Ia tidak pernah bicara sepatah kata pun yang isinya mengingkari Islam. Sang khalifah kelahiran Madinah itu memangku jabatan sejak 99 Hijriyah.

Ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas dan cepat dalam mengambil keputusan. Responsif dan tidak menunda-nunda. Pada saat terjadi konflik internal, golongan Qaramitha hendak keluar dan berpisah dari kaum Muslimin.

Tapi, ancaman konflik ini berhasil diselesaikan Umar bin Abdul Aziz dengan pendekatan dialog dan damai, tanpa ada kekerasan dan korban. Sikap pembelaan Umar sebagai khalifah tidak hanya dirasakan umat Islam, tetapi juga golongan non-Muslim.

Ia pernah membebaskan kaum kafir membayar jizyah (upeti) seraya berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad untuk memberi petunjuk, bukan untuk mengumpulkan harta.”

Dalam konteks kekinian, figur ulama seperti al-Fudhail dan pemimpin seperti Umar sulit dijumpai. Jika ada pun, jumlahnya minim.

Apalagi, ketika musim menjelang hajatan pemilihan umum seperti sekarang. Keulamaan dan jati diri kepemimpinan seseorang sering samar dan nyaris hilang.

Karena itu, sekilas kisah kepribadian kedua tokoh penting dan menarik di atas mudah-mudahan menjadi teladan kita. Khususnya, para ulama dan pemimpin di negeri ini.

Sekaligus, menjadi inspirasi agar kita lebih hati-hati dalam menentukan dan memilih figur pemimpin. Dengan demikian, negara yang besar ini dapat dikelola oleh para pemimpin yang baik, jujur, dan bertanggung jawab.

Sabtu, 08 Februari 2014

Selalu Basahi Bibir dengan Dzikir

Zikir itu bukan hanya sampai sebatas mengingat atau menyebut nama Allah. Melainkan berbuah menjadi sebuah bentuk kecintaan seorang hamba yang dengan berzikir itu akan terhindarlah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Bagi para perindu cinta Ilahi, zikir adalah bentuk motivasi akbar yang akan selalu mengingatkan dirinya bahwa ia tidak sendirian. Ia dilihat dan merasa selalu bersama Allah di mana pun mereka berada (ma'iyatullah).

Zikir mengingatkan kedekatan dirinya dengan Dia. Ke mana pun mereka melayangkan pandangannya, hanya tampak wajah Ilahi semata-mata (QS Al-Baqarah [2]: 115, Qaf [50]: 16). Di mana pun dalam keadaan apa pun, seorang hamba yang merindu Ilahi senantiasa merasakan kehadiran dirinya di hadapan Allah. Ia merasakan ada kamera Ilahiah yang terus menerus merekam keadaan dirinya. Mereka selalu  ingin mengingat-Nya karena Allah berfirman : "Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingatmu." (QS Al-Baqarah [2]: 152).

Kebahagiaan apa yang paling puncak, kecuali Allah mengingat diri kita. Kesengsaraan seperti apa yang paling hina nelangsa,  kecuali Allah melupakan hamba-Nya. Maka, seorang hamba yang merintih agar dirinya diingat Allah tentu ketika berzikir ia akan menangis dan kemudian tetesan air matanya berubah menjadi bentuk uluran tangan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok manusia pembawa rahmat.

Dalam zikirnya, ia menyebut dan mengagungkan asma-asma Allah, kemudian mereka mewujudkan setiap ucapannya itu menjadi butiran akhlak yang menerangi kehidupan bagaikan lentera yang berbinar-binar (as-sirajam muniran).

Betapa Allah memuliakan orang-orang yang berzikir. Bahkan Allah menyebut kata sifatnya yaitu "Akbar" untuk memberikan balasan kepada orang-orang yang berzikir kepada-Nya, waladzikrullahi akbar. (QS Al-Ankabut [29]: 45). Pantaslah Rasulullah SAW bersabda, "Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dengan mereka yang tidak berzikir kepada Tuhannya, seperti orang yang hidup dan orang yang mati." (HR Bukhari, Muslim, Baihaqi, dari Abu Musa RA).

Dalam pandangan Ilahi, seseorang disebut hidup manakala bibirnya tak pernah kering dari menyebut nama Allah. Kesadaran ini melahirkan keberpihakannya hanya kepada Allah. Zikir menumbuhkan sikap bahwa tidak ada yang ia cintai kecuali Allah (laa mahbuba illallah), tidak ada yang ia layani kecuali karena Allah (laa ma'buda ilallah), tidak ada yang ia cari dalam hidupnya kecuali ridha Allah (laa mathluba illallah), tidak ada yang ia tuju kecuali wajah Allah (laa maqshuda illallah).

Pantaslah untuk orang-orang seperti itu, Allah menyampaikan  shalawat atau limpahan rahmat  kemuliaan-Nya, bahkan para malaikat-Nya yang memohon agar mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju terang cahaya. Dan kelak orang- orang yang senantiasa berzikir itu akan mendapatkan ucapan "salam" di surga. (QS Al-Ahzab [33]: 43-44). Wallahu a'lamu bis-shawab.
 
 

Menyegerakan Segala Niat Baik

Kemajuan dan kemunduran seseorang dan bahkan sebuah bangsa sangat tergantung pada kesigapan mereka dalam menyegerakan pekerjaan dan aktivitas-produktifnya. Semakin lamban mereka menyelesaikan masalah-masalahnya akan semakin lambat pula majunya, semakin cepat mereka mengelola aktivitasnya maka kemajuan akan segera di depan mata.

Pekerjaan yang bisa kita lakukan di pagi hari tidak selayaknya kita tunda hingga sore hari dan yang bisa kita tuntaskan di siang hari sangat naif bila kita berpikir untuk menyelesaikannya di malam hari. Jalankan aktivitas hari ini dengan sebaik-baiknya karena kita ditentukan oleh hasil kerja kita di hari ini. "Barang siapa yang suka melambat-lambatkan pekerjaannya maka tidak akan dipercepat hartanya." (HR Muslim).

Dalam hadis yang lain, perintah bersegera dalam kebaikan disampaikan Rasulullah SAW. "Bersegeralah kalian melakukan amal-amal saleh karena akan muncul berbagai fitnah yang menyerupai malam yang demikian gelap gulita. Di mana seseorang di pagi hari masih mukmin dan di sore hari menjadi kafir, menjadi mukmin di sore hari namun di pagi hari telah menjadi seorang kafir, dia tukar agamanya dengan dunia." (HR Muslim dan Ahmad).

Mereka yang tidak memiliki aktivitas hanya akan menjadi penebar isu dan desas-desus yang tak bermamfaat. Ketahuilah bahwa saat paling berbahaya bagi akal manusia adalah saat dia ada dalam kekosongan dan kekosongan yang dibiarkan berlanjut akan membuat seseorang terjerat dalam kesedihan yang berkepanjangan. Karena sesungguhnya waktu kosong adalah pencuri yang cerdik dan culas. Maka, obatilah ia dengan kerja keras, kerja cepat, dan kerja ikhlas agar waktu kita berlimpah berkah dan rahmat. Kuburlah waktu kosong kita dengan kesibukan berkesinambungan. Jika Anda tidak bersegera, maka bersiap-siaplah untuk binasa.
 

Menyikapi Segala Macam Ujian Hidup

Ibnu Mas’ud meriwayatkan, “Aku datang menemui Nabi SAW yang sedang demam hebat saat itu. Aku berkata, “Ya Rasulullah, engkau terkena demam luar biasa keras?” Beliau menjawab, “Ya, demamku setara dengan demam dua orang.

Aku bertanya, “Apakah karena engkau mendapatkan dua pahala?” Beliau menjawab, “Benar, karena itu. Dan, tidaklah seorang muslim terkena hal yang menyakitkan – duri atau yang lain – kecuali Allah ampuni kesalahan-kesalahannya. Dosa-dosanya dihapus seperti pohon yang merontokkan daun-daunnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Musibah demi musibah atau bencana demi bencana tampaknya datang silih berganti menguji keimanan kita. Gunung meletus, banjir biasa, banjir bandang, longsor, gempa bumi, jalan raya terputus akibat gerusan banjir dan tertimbun tanah longsor, dan sebagainya hampir merata terjadi di pelosok negeri. 

Ujian kehidupan ini sesungguhnya merupakan peringatan yang semestinya menjadi pelajaran bagi kita semua. Ujian kehidupan seperti rasa takut, krisis harta,  krisis jiwa (stress, depresi), krisis sandang,  pangan, dan seterusnya merupakan sebuah keniscayaan yang pasti dialami setiap manusia. 

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. al-Baqarah/2: 155)

Melalui ujian dan musibah, Allah SWT akan menilai dan mengelompokkan siapa di antara umat manusia ini yang benar-benar memiliki etos amal (spirit dan kinerja perjuangan yang pantang menyerah) dengan yang  bersantai-santai.

Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad/47: 31)

Ujian dan musibah sesungguhnya bagian dari proses pembelajaran yang diberikan Allah SWT kepada manusia agar mau mengambil pelajaran, mendayagunakan kemampuan nalar, dan kebersamaannya dalam mengatasi musibah.

Apakah musibah itu merupakan kehendak dan ketentuan Allah atau karena ulah salah tangan-tangan jahil dan jahat manusia? Semua musibah yang terjadi dan menimpa manusia itu pada dasarnya sudah diketahui (menjadi pengetahuan Allah) sejak azali dan sudah ditulis dalam Lauh Mahfuzh.

Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. (QS. al-Hadid/57: 22)

Namun demikian, perbuatan manusia yang serakah, melampaui batas, berlaku eksploitatif, tidak harmoni dan cenderung merusak  ekosistem alam merupakan salah satu penyabab musibah.

Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. asy-Syura/42: 30).

Musibah dan kerusakan alam seperti yang terjadi saat ini merupakan dampak (akibat) dari sikap dan perlakuan manusia yang salah terhadap alam.

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. ar-Rum/30: 41)

Meskipun sebagian besar musibah itu disebabkan oleh perbuatan manusia, namun proses terjadinya tetap tidak dapat dilepaskan dari izin Allah sebagai pengatur/pengelola alam raya ini. 

Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. at-Taghabun/64: 11)

Sebagai ujian kehidupan, musibah yang menimpa kita harus disikapi dengan,  pertama, introspeksi diri (muhasabah), karena boleh jadi musibah itu disebabkan oleh kesalahan kita sendiri atau kesalahan sebagian orang yang kemudian menimpa banyak orang.

Kedua, menjadikan musibah sebagai  pelajaran berharga dan peringatan Allah yang Maha Kasih Sayang kepada umat-Nya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama, sekaligus bertaubat dan beristighfar kepada Allah SWT.
   
Ketiga, menyadari dan memulangkan segala persoalan dengan penuh tawakkal kepada Allah, seraya mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Keempat, bersabar dan tabah dalam menghadapi musibah dengan penuh ketenangan jiwa, dan tidak menyalahkan pihak lain, apalagi  berburuk sangka kepada Allah SWT.

Kelima, kita harus  terus belajar dan mendalami ayat-ayat Allah yang ada di alam raya ini dengan taskhir (menundukkan dan mengungkap hukum kausalitas yang ada di alam raya).
Pada dasarnya apa yang terjadi alam raya ini berlaku hukum kausalitas (sebab-akibat). Banjir merupakan akibat dari adanya hujan, dan sebagainya.

Keenam, meneguhkan kebersamaan dan solidaritas sosial. Hikmah dari musibah yang kita alami saat ini setidak-tidaknya dapat menumbuhkan kesadaran kolektif akan penting merajut tali persatuan dan solidaritas sosial.
Dengan sikap peduli dan rela berbagi, para korban bencana dapat dihibur dan diringankan beban penderitaannya.

Ketujuh, berpikir positif, antisipatif, dan prediktif dengan  berusaha menghindar atau menjauh dari musibah, bahkan meminimalisir dampaknya semaksimal mungkin.

Kasus ini dapat dipetik dari kebijakan Umar bin al-Khattab yang mengurungkan niatnya untuk pergi ke Syam.
Ia diprotes oleh sebagian sahabat. “Apakah engkau lari dari takdir Allah?” Umar menjawab: “saya lari dari satu takdir Allah menuju takdir yang lain. Umar mengurungkan niatnya ke Syam (Suriah) karena di sana saat itu terjadi wabah penyakit menular.

Dengan berpikir positif, musibah itu seharusnya semakin meningkatkan kualitas iman, ilmu, dan amal kita bahwa musibah itu merupakan salah satu cara Allah SWT menghapuskan kesalahan dan dosa-dosa kita.