“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang
Aku, maka sesungguhnya Aku ini dekat. Aku mengabulkan
permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a, maka
hendaklah mereka memenuhi segala perintahKu dan
beriman kepadaKu agar mereka memperoleh
kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2]:186).
Salah satu sebab turunnya ayat tersebut di atas,
Mu’awiyah bin Haidah berkata, “Seorang Badui
mendatangi Rasulullah dan bertanya, apakah Tuhan kita
dekat, sehingga kita cukup berbisik saat berdo’a
kepadaNya. Ataukah Dia jauh, sehingga kita harus
berteriak dengan suara keras saat memohon kepadaNya?
Rasulullah SAW diam tidak menjawab pertanyaan
tersebut. Sehingga akhirnya, turunlah ayat ini.” (HR. Ibnu
Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih, Abu Syaith dan
lainnya).
Di antara amal ibadah yang penting dikerjakan di bulan
Ramadhan yang mulia dan penuh berkah ini adalah
memperbanyak do’a, yaitu bermunajat memohon
ampunan, rahmat, keselamatan, kesuksesan, kebaikan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Agar do’a kita dikabulkan, maka terdapat ada-adab yang
mesti diperhatikan. Merujuk kepada ayat di atas, ada tiga
adab utama yang mesti diingat ketika seseorang
memanjatkan do’a, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT itu
dekat, yang ditandai rasa percaya bahwa Ia mendengar
dan akan mengabulkan do’anya. Kedua, istiqomah dalam
melaksanakan ketaatan yang telah Allah perintahkan.
Sedangkan yang ketiga, keteguhan iman kepada Allah
SWT.
Di samping itu, tentu harus mengetahui waktu-waktu dan
tempat dikabulkannya do’a. Sebagaimana keterangan dari
Nabi SAW, bahwa bulan Ramadhan adalah di antara
waktu-waktu diijabahnya (dikabulkan) do’a seorang
hamba.
Menurut Azzajjaaj, sekurang-kurangnya do’a itu
mengandungi tiga substansi, yaitu menyatakan keesaan
(tauhid) dan pujian (Tsana) kepada Allah. Kedua
memohon maaf, ampunan, rahmat dan apa-apa yang
mendekatkan diri kepada Allah SWT atau jalan menuju
keridhaan dan surgaNya. Ketiga, memohon kebaikan
atau kebahagiaan di dunia, seperti rezeki yang halal,
anak yang sholeh, kesehatan dan yang seumpamanya.
Namun dalam bero’a, disamping memohon kebaikan
untuk diri sendiri, seyogyanya kita juga meminta kepada
Allah SWT agar memberikan kebaikan dan kebahagiaan
kepada orang lain. Khususnya ahli keluarga, tetangga dan
saudara-saudara seiman dan seakidah yang sedang
mengahadapi kesulitan hidup.
Apalagi dalam kondisi global saat ini, di mana umat
Islam di belahan dunia seperti di Libya, Syiria,
Afghanistan, Palestina, Iraq, Turki, Mesir dan lain
sebagainya sedang berada dalam keprihatinan luar biasa.
Kekerasan, kezholiman, dan peperangan yang
menimbulkan banyak korban jiwa masih saja terjadi
hingga detik ini.
Dan yang paling menyedihkan, sebagian pertumpahan
darah tersebut terjadi karena perang saudara di antara
kalangan umat Islam sendiri yang dipicu oleh provokasi
pihak ketiga.
Efek dari peristiwa tersebut tentu sangat besar dan luas,
misalnya korban jiwa, kebangkrutan ekonomi,
kegoncangan sosial, kemiskinan dan sebagainya.
Jika bantuan dalam bentuk fikiran dan harta sudah
diberikan, maka bantuan dalam bentuk do’a sudah
barang tentu sangat diharapkan oleh saudara-saudara
kita di luar sana. Bulan Ramadhan yang mulia dan berkah
ini merupakan peluang emas untuk berbagi kebahagiaan,
termasuk berbagi do’a kepada saudara-saudara kita yang
sedang ditimpa ujian dan kesusahaan yang tentunya
sangat memerlukan do’a dari kita. Wallahu Al-Musta’an.
(Imron Baehaqi)
Rabu, 31 Juli 2013
Berbagi Do'a
SBY ke Lumajang, Dukun Semeru Dikerahkan
TEMPO.CO, Lumajang - Dukun di kawasan Gunung
Semeru ikut berperan mengamankan kedatangan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Desa
Sumberurip, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang,
Jawa Timur, Selasa, 30 Juli 2013. Pengamanan secara
spiritual ini dilakukan untuk mengantisipasi gangguan
dari pihak-pihak yang tidak senang dengan kehadiran
SBY di Lumajang.
Kepala Desa Sumberurip, Fredy Karyono, mengatakan,
tiga hari sebelum kehadiran SBY di desa yang berada di
kaki Gunung Semeru ini, pihaknya telah meminta dua
dukun desa setempat untuk ikut mengamankan
kedatangan SBY. Menurut rencana, SBY akan meninjau
sentra penghasil salak di Desa Sumberurip. Fredy
mengatakan tidak menutup kemungkinan ada pihak yang
tidak senang dengan kehadiran SBY di Lumajang
sehingga melancarkan gangguan-gangguan.
Fredy mengatakan dua dukun yang mengamankan itu
tinggal di sekitar lokasi yang dikunjungi SBY, yaitu kantor
UPTD Pertanian Kecamatan Pronojiwo. Di belakang
kantor ini terdapat gudang serta kebun salak yang
luasnya sekitar seperempat hektare. Sedianya, SBY akan
memetik salak di kebun tersebut. Kedua dukun tersebut,
ujar Fredy, kemudian meminta syarat. "Dukunnya minta
syarat dan sudah dipenuhi," kata Fredy.
Fredy juga mengatakan kebun Salak ini beberapa hari
sebelumnya juga telah dijaga oleh warga setempat.
"Jangan sampai akan dipetik kemudian hilang," kata
Fredy. Hal yang sama dikatakan Alimin, warga
Sumberurip. "Beberapa malam terakhir ini saya ikut
menjaga kebun dan harus tidur di kantor," kata Alimin.
Selain pengamanan secara spiritual, SBY juga
mendapatkan pengamanan secara ketat. Polisi dan
tentara menjaga sepanjang jalan yang dilewati iring-
iringan SBY. Hampir di setiap mulut gang di sepanjang
jalan yang dilewati rombongan Presiden dijaga oleh satu
polisi atau tentara.
"Di bukit-bukit yang berada di sekitar lokasi juga
ditempatkan personel tentara," ujar seorang anggota
Koramil Pronojiwo kepada Tempo . Dia juga mengatakan
dukun-dukun dikerahkan untuk mengamankan
kedatangan RI-1 ini.
Sementara itu, kedatangan SBY disambut meriah warga
setempat. SBY beserta sejumlah menteri yang
mendampinginya baru datang sekitar pukul 14.15 WIB.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga ikut dalam
rombongan. Begitu keluar dari mobil dengan pelat nomor
Indonesia I, SBY langsung menghampiri warga yang
menyambutnya dengan meriah. Dengan kawalan
Paspampres, SBY dan istrinya, Ani Yudhoyono,
menyalami warga setempat. Paspampres sampai
kewalahan menjaga SBY.
Kedatangan SBY di Sumberurip berlangsung tertib. SBY
sempat berdialog dengan petani salak setempat. SBY dan
Ani Yudhoyono juga sempat memetik salak di kebun
tersebut.
DAVID PRIYASIDHARTA
Senin, 29 Juli 2013
Tertawa Terbahak-bahak
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW melewati kerumunan
orang yang sedang bergurau sambil tertawa terbahak-
bahak, lalu Rasulullah mengingatkan mereka: “Mengapa
kalian tertawa terbahak-bahak, sedangkan api neraka
mengintai di belakang kalian? Demi Allah aku tidak
senang melihat kalian tertawa seperti itu."
Dalam hadis lain dikisahkan, Nabi menghampiri
sekelompok orang tengah bercanda sambil tertawa
terbahak-bahak seraya mengucapkan salam kepada
mereka. Setelah mereka menjawab salam, Nabi
mengingatkan: “Ingatlah, demi Zat yang jiwaku berada
dalam genggaman-Nya, seandainya kalian mengetahui
sebagaimana apa yang aku ketahui, maka kalian akan
sedikit tertawa dan lebih banyak menangis.”
Seketika itu mereka diam. Nabi berpamitan meninggalkan
mereka, lalu para sahabat itu tenggelam dalam tafakur
sambil merenungi teguran Nabi. Dalam hadis lain Nabi
bersabda, “Orang yang tertawa terbahak-bahak akan
dicabut berkah dari wajahnya.” Dalam satu qaul
disebutkan, “Bulan suci Ramadhan adalah bulan untuk
menangisi dosa-dosa masa lampau.”
Tertawa itu manusiawi, tetapi Nabi membedakan dua
macam tertawa. Ada tertawa dalam arti tersenyum (al-
basyasyah) dan tertawa terbahak-bahak (al-dhahhaq).
Tertawa pertama dianjurkan, bahkan dinyatakan dalam
hadis: Al-Basyasyath sunnah (Tersenyum itu sunat).
Dalam satu riwayat lain dikatakan, Al-basyasyah
shadaqah (Memberi senyum kepada orang itu sedekah).
Karena itu, kita dianjurkan untuk lebih banyak tersenyum
sebagai salah satu wujud silaturrahim kita kepada
sesama umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin,
etnis, dan agama.
Hal yang memprihatinkan kita ialah banyak sekali kita
disuguhkan pemandangan selama bulan Ramadhan
dengan tertawa terbahak-bahak. Bukan hanya pada waktu
siang, melainkan juga pada waktu malam yang
seharusnya kita banyak bermuhasabah dan
bermujahadah, mengingat kematian, mengingat dosa-
dosa, dan membayangkan neraka yang selalu mengintip
kita, malah digunakan untuk tertawa dan mabuk-mabukan
di depan kamera atau di depan televisi.
Lihatlah pada hampir semua program TV dipadati dengan
lawak dan banyolan sepanjang malam. Sejumlah program
TV dan radio seolah mengajak para pemirsa dan
pendengarnya untuk mabuk-mabukan. Hal ini pasti tidak
sejalan, bahkan bertentangan dengan harapan Rasulullah
SAW.
Saat-saat menjelang sahur seharusnya kita semakin
syahdu mencari berkah tengah malam. Kalau perlu,
tersungkur menangisi dosa dan kegelapan masa lampau
kita mumpung masih bulan suci Ramadhan. Kita
memohon pengampunan terhadap “kegilaan” masa
lampau yang pernah kita lakukan. Bukannya kita
menyerupai orang mabuk di tengah keheningan malam
Ramadhan.
Semua pihak seharusnya merenung dan memikirkan hal
ini. Terutama kepada para pemilik TV, sponsor,
sutradara, pemain, dan semua pihak yang
mendukungnya, termasuk para pemirsa yang ikut mabuk
di depan TV mereka masing-masing.
Mengapa mereka berani menjual “kegilaan” di keheningan
malam Ramadhan. Itu bisa diartikan sebagai pelecehan
malam kemuliaan Ramadhan (lailatul qadar). Jangan-
jangan ini lebih besar dampak negatifnya daripada
rumah-rumah hiburan malam yang dikunjungi segelintir
orang.
Apakah ada berkah uang dan rezeki yang diperoleh
melalui pelanggaran etika spiritual seperti itu? Hal yang
memabukkan (al-muskir) bukan hanya secara harfiah
berarti zat yang memabukkan, seperti minuman keras
ataupun narkoba, melainkan keadaan tertentu yang
diciptakan menyebabkan kita mabuk kesetanan dan lupa
terhadap Tuhan. Itu juga bisa disebut al-muskir. Ingat
hadis Nabi: Kulu muskirun haramun (Segala sesuatu yang
memabukkan itu haram.”
Ingat hadis lain: “Setiap darah-daging yang tumbuh di
dalam diri berasal dari yang haram hanya akan bisa
dibersihkan dengan api neraka.” Na’udzubillah.
Dalam keheningan malam, Alquran mengimbau kita untuk
merenung, kalau perlu disertai air mata, seperti dalam
firman-Nya: "Dan mereka menyungkur atas muka mereka
sambil menangis." (QS al-Isra [17]: 109). "Mereka
menyungkur dengan bersujud dan menangis." (QS
Maryam [19]: 58).
(Prof Nasaruddin Umar)
Penyakit Kikir bin Bakhil
" Sesungguhnya Kami telah memberi cobaan kepada
mereka (musyrikin Mekkah) sebagaimana Kami memberi
cobaan kepada para pemilik kebun, ketika mereka
bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan
memetik hasilnya di pagi hari, dan mereka tidak
mengucapkan insya Allah."
" Lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari
Tuhanmu ketika mereka sedang tidur; maka jadilah kebun
itu hitam (karena terbakar) seperti malam yang gelap
gulita. Lalu mereka saling memanggil di pagi hari."
" Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebunmu jika kamu
hendak memetik buahnya. Maka pergilah mereka saling
berbisik-bisik: pada hari ini janganlah ada seorang
miskin pun masuk ke dalam kebunmu."
" Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat
menghalangi (orang miskin) padahal mereka mampu
(menolongnya) ."
" Tatkala mereka melibat kebun itu, mereka berkata:
"Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat
(jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh
hasilnya)."
" Berkatalah orang yang paling baik pikirannya di antara
mereka: "Bukankah aku telah mengatakan kepadamu,
hendaklah kamu bertasbih (kepada Tuhanmu)!" Mereka
mengucapkan, "Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang zalim."
" Lalu satu sama lain saling berhadap-hadapan seraya
saling mencela. Mereka berkata, "Aduhai celakalah kita;
sesungguhnya kita adalah orang-orang yang melampaui
batas."
Kisah yang termuat dalam surat Alqalam [68] ayat 17-31
tersebut menunjukkan bahwa bakhil atau kikir itu
merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya, baik
bagi pelakunya sendiri maupun orang lain, terutama
kaum fakir-miskin.
Allah SWT betul-betul menunjukkan kekuasaan-Nya
dengan mendatangkan petir yang menghanguskan kebun
orang bakhil yang sudah siap dipanen, sehingga ketika
datang ke kebun di pagi buta, mereka hanya bisa gigit
jari atau menyesali diri.
Berbagai musibah yang menimpa negeri ini sangat
mungkin disebabkan oleh kekikiran sebagian
penduduknya, minimal kikir dalam mensyukuri nikmat-
Nya.
Orang bakhil cenderung berkomplot untuk tidak peduli
terhadap nasib fakir miskin. Kekikiran hanya melahirkan
egoisitas dan individualitas yang berlebihan, sehingga
pelakunya tidak memiliki sikap empati dan solidaritas
sosial.
Orang kikir tidak pernah merasa senang jika ada orang
lain memperoleh kenikmatan. " Siapa yang kikir
sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri;
padahal Allah-lah yang Mahakaya. .." (QS Muhammad [47]:
38)
Ramadhan merupakan bulan penuh kasih sayang Allah
SWT. Karena itu, sifat Rahman dan Rahim Allah itu perlu
diteladani dengan banyak berempati, berbagi, dan
bermurah hati.
Peluang untuk bersedekah, berinfak dan berzakat di
bulan suci sangat terbuka lebar, sehingga kita bisa
meniru keteladan Rasulullah SAW bahwa beliau adalah
orang paling dermawan di bulan Ramadhan.
Ramadhan kali ini hendaknya menjadi momentum yang
terbaik bagi kita semua untuk belajar mengikis
kebakhilan yang ada dalam diri kita, mulai dari bakhil
rasa syukur hingga bakhil harta, enggan berempati dan
bermurah hati.
Padahal Allah SWT berfirman: "Siapa yang dipelihara dari
kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung ." (QS al-Hasyr [59]: 9).
Ingatlah sabda Nabi SAW: "Orang bakhil itu jauh dari
Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, tetapi dekat
dengan neraka." (HR At-Turmudzi).
Mudah-mudahan Ramadhan ini mendekatkan kita dengan
surga-Nya dengan belajar dan membiasakan diri menjadi
derwaman: ilmu, harta, dan kasih sayang bagi sesama,
sehingga kita terbebas dari penyakit bakhil.
(Muhbib Abdul Wahab)
Kesempatan Emas di Bulan Ramadan
Abu Hurairah RA berkata, “Aku mendengar Rasulullah
SAW bersabda, ‘Segolongan umatku akan masuk surga
sebanyak 70 ribu yang wajah mereka bersinar bagaikan
rembulan.’ Maka, berdirilah Ukasyah bin Muhshin al-
Asady seraya mengangkat tangan lalu berkata, ‘Doakan
untukku Ya Rasulullah agar aku termasuk golongan
mereka.’
Lalu Rasulullah berdoa, ‘Ya Allah, jadikanlah dia dari
golongan ini.’ Lalu, seorang dari golongan Anshar berdiri
dan berkata, ‘Ya Rasulallah, doakan agar aku termasuk
golongan mereka juga.’ Rasulullah bersabda, ‘Engkau
telah didahului Ukasyah.’” (HR al-Bukhari, lihat as-Sunan
al-kubra karangan al-Baihaqi, juz X, hlm 139).
Hal yang menarik dari hadis ini dalam konteks Ramadhan
adalah kesempatan Ukasyah yang dimasukkan dalam
segolongan umat yang masuk surga dengan wajah yang
bersinar bagaikan rembulan atau golongan yang masuk
surga tanpa hisab. Sedangkan, orang Anshar yang minta
didoakan setelah Ukasyah ditolak Rasul dengan bahasa
yang halus karena kesempatan emas sudah diambil
Ukasyah.
Kesempatan emas adalah salah satu faktor penting bagi
manusia untuk menggapai kesukesan dalam hidup di
dunia dan juga akhirat. Boleh jadi seorang akan menyesal
selamanya karena tidak segera menggunakan peluang
emas.
Betapa banyak manusia gagal karena tidak menggunakan
kesempatan yang melewatinya. Ramadhan adalah bulan
istimewa di mana Allah memberikan peluang banyak
untuk mencapai derajat tinggi di dunia dan di surga
kelak.
Di antara kesempatan emas itu, pertama, kesempatan
untuk diampuni dosa-dosanya yang terdahulu melalui
puasa Ramadhan. Qiyam Ramadhan dan qiyam pada
Lailatul Qadar bila dilakukan dengan dasar imaanan wa
ihtisaaban. (HR an-Nasa’i, no 2503 dan 2504).
Dan, setiap hari malakat-malaikat memintakan ampunan
bagi mereka saat berpuasa sampai berbuka orang-orang
puasa diampuni dosa-dosa mereka pada malam terakhir
bulan Ramadhan. (HR Ahmad, al-Bazzar, al-Baihaqi).
Kedua, kesempatan untuk dilipatgandakannya amal-amal
kita, termasuk beribadah pada malam Lailatul Qadar yang
nilainya lebih baik dari 1000 bulan. Ketiga, peluang untuk
mendapatkan doa-doa mustajab. “Orang yang berpuasa
saat berbukanya memiliki doa mustajab yang tidak akan
ditolak.” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi). Lihat juga QS
al-Baqarah [2]: 186).
Keempat, peluang untuk mendapatkan dua kesenangan,
yaitu kesenangan saat berbuka dan kesenangan saat
berjumpa dengan Allah. (HR at-Tirmizi). Kelima, peluang
untuk mendapatkan surga melalui puasa. “Bagi orang
berpuasa pintu di surga yang disebut ar- Rayyan yang
tidak dimasuki kecuali oleh mereka bila yang terakhir
sudah masuk, maka pintu akan ditutup.” (HR an-Nasa’i).
Di sana masih banyak peluang bagi umat Islam pada
bulan Ramadhan ini untuk menggapai kesuksesan dunia
dan akhirat tanpa batas. Sungguh Ramadhan adalah
bulan agung penuh berkah. Barang siapa yang tidak
menggunakan peluang emas di dalamnya pasti akan
menyesal selama-lamanya.
“Ya Allah jadikanlah kami orang yang memaksimalkan
Ramadhan untuk menggapai rahmat-Mu, ampunan-Mu,
dan dilepaskan dari siksa neraka.” Aamiin.
(KH Prof Achmad Satori Ismail)
Fitnah
Bentuk masdhar (kata benda) dari lapaz ‘fitnah’ dalam al-
Qur’an disebutkan sebanyak 35 kali dengan berbagai
maknanya.
Misalnya, fitnah yang bermakna siksa atau azab di dalam
api neraka bagi musuh-musuh Allah (QS.Az-Zariyat [51]:
10-14); penangguhan siksa dan luput dari
pencegahannya ke atas orang yang berbuat zhalim (QS.
al-Anbiya [21]:111); dan fitnah yang bermakna ibtila
(ujian) dengan dengan kemaksiatan sehingga nampak
jelas orang yang taat kepada Allah dengan menjauhi
kemaksiatan tersebut. (QS. Al-Baqarah [2]:102).
Dan di antara makna fitnah lainnya yang dijelaskan
dalam al-Qur’an adalah ibtila (ujian) dengan kesulitan-
kesulitan urusan dunia untuk mengukur tingkat kesabaran
seseorang atas takdir yang Allah tetapkan. (QS. al-Hajj
[22]: 11).
Demikian pula sebaliknya, fitnah yang bermakna ujian
dengan perkara-perkara yang mubah atau kenikmatan,
seperti firman Allah SWT, “Dan ketahuilah, bahwa
sesungguhnya harta-harta dan anak-anak kamu sekalian
itu adalah fitnah atau ujian, dan sesungguhnya di sisi
Allah adalah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]: 28).
Dari makna-makna fitnah yang disebutkan dalam al-
Qur’an di atas menunjukkan kepada satu pengertian
sentral, bahwa kebaikan dan keburukan, kedua-duanya
merupakan fitnah, ibtila dan ikhtibar (ujian) bagi
segenap anak Adam.
“Tiap-tiap jiwa yang bernyawa akan merasakan maut
(kematian). Kami akan menguji kamu dengan keburukan
dan kebaikan sebagai bentuk fitnah atau cobaan (apakah
sabar atau tidak). Dan kamu akan dikembalikan hanya
kepada Kami.” (QS. Al-Anbiya [21]:35)
Masalahnya sekarang, bagaimana kita bisa berhasil lolos
dan selamat dari segala bentuk ujian yang Allah berikan
kepada kita.
Ketika Allah menganugerahkan keluarga atau keturunan,
maka mampu kita membina, membimbing dan mengawal
diri beserta keluarga kita tersebut di jalan Islam yang
Allah ridhai sehingga kelak terbebas dari sentuhan api
neraka. (QS. At-Tahrim [66]:6)
Ilmu, harta dan kedudukan yang selama ini sudah
diperoleh, apakah benar-benar sudah dibingkai dengan
nilai-nilai spiritualitas dan ihsaniyah. Dengan kata lain,
memfungsikannya di jalan Allah, memberi makan dan
pakaian kepada orang-orang miskin, membela kaum
lemah, meninggikan agama Allah dan amal-amal
kebajikan lainnya.
Oleh sebab itu, agar kita berhasil dari segala bentuk
ujian dan terhindar dari fitnah yang membawa kepada
kerugian, maka baginda Rasulullah SAW memberi tiga
pintu sebagai solusi yang mampu menutup fitnah
tersebut di atas. Tiga penutup fitnah tersebut tidak lain
adalah shalat, puasa dan sedekah.
Dari Umar RA, ia berkata: “Siapakah yang hafal sebuah
hadits dari Nabi SAW yang berkenaan dengan fitnah?”
Maka Hudzaifah menjawab, “Aku mendengar beliau
bersabda: Fitnah seseorang dalam keluarganya, hartanya
dan tetangganya dapat ditutup (dihapuskan) oleh shalat,
puasa dan sedekah.” (HR. Bukhari). Wallahu al-Musta’an.
(Imron Baehaqi)
Hormati Juga Yang Tidak Berpuasa!
Dalam hukum fikih, puasa diwajibkan hanya kepada
orang-orang yang telah memenuhi persyaratan. Tanpa
syarat tersebut terpenuhi, maka hukum puasa menjadi
gugur. Beberapa syarat wajibnya puasa adalah : 1).
Muslim, yaitu pemeluk agama Islam. 2). Mukallaf, yaitu
orang yang berakal sehingga terkena kewajiban
melakukan ibadah. 3). Mampu (menjalankan) puasa. 4).
Menetap di suatu tempat (tidak bepergian). 5). Tidak
memiliki penghalang.
Lantas, bagaimana dengan orang yang tidak wajib
berpuasa Ramadhan? Berdasarkan syarat tersebut,
seseorang tidak wajib berpuasa manakala: Pertama, Non
Muslim (tidak beragama Islam). Jika kita melihat data
sensus penduduk BPS tahun 2000-2010, jumlah pemeluk
agama Islam 87,18%. Berarti sisanya sebesar 12.82%,
yakni 30.465.617,99 adalah non muslim, dari total
237.641.326 jiwa.
Kedua, anak kecil dan orang yang tidak berakal (gila).
Jumlah anak Indonesia (0-18 tahun) menurut BPS tahun
2006 mencapai 79,8 juta anak. Jika separuhnya saja
belum tidak berpuasa, berarti 39,9 juta jiwa. Belum lagi
ditambah dengan jumlah orang gila. Ketiga, orang sakit,
atau lanjut usia. Data BPS menunjukkan penduduk lanjut
usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967
jiwa (7,18 persen), selanjutnya pada tahun 2010
meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 persen). Sebuah
jumlah yang tidak sedikit.
Keempat, orang yang dalam perjalanan. Berdasarkan data
Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, jumlah
penumpang yang diangkut maskapai nasional berjadwal
pada 2012 mencapai 72,4 juta orang, terdiri atas 63,6
juta penumpang domestik dan 8,8 juta penumpang
internasional. Sedangkan berdasarkan data BPS, jumlah
penumpang angkutan kereta api pada 2012 mencapai
202,2. Belum lagi pengguna kapal laut, kendaraan umum,
kendaraan pribadi dan sebagainya. Apalagi jika mudik
yang terjadi pada H-7 dan H+7 lebaran. Mereka yang
dalam perjalanan mendapatkan ru’soh dengan tidak
berpuasa.
Kelima, perempuan yang sedang mengalami haid atau
nifas setelah melahirkan. Dalam pendataan penduduk
oleh Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk
Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai
259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki
dan 127.700.802 perempuan. Jika jumlah perempuan
tersebut 25% dalam keadaan haid atau habis melahirkan
(nifas), maka berarti ada 31.925.0005 perempuan yang
tidak berpuasa.
Angka-angka tersebut, tentu saja bisa diperdebatkan.
Tetapi syariat yang tidak mewajibkan lima golongan
orang tidak berpuasa, memilki landasan hukum yang
kuat, yakni bersumber dari Al Qur’an, hadits dan ijma
ulama. Pertanyaannya, lantas bagaimana Islam
memberikan tuntutan untuk menghormati orang yang
tidak berpuasa?
Pertama, secara alamiah, manusia diciptakan dalam
bentuk yang berbeda. “Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (QS Al Hujurat 13). Dengan demikian,
perbedaan yang terjadi di dunia ini merupakan
sunatullah.
Kedua, kita harus mengembangkan sikap dan prasangka
positip (husnudzon) terhadap perbedaan, baik itu suku,
agama, ras, golongan, dan jenis kelamin. Meniadakan
perbedaan adalah sesuatu yang mustahil. Karena itu kita
diperintahkan untuk bersikap positif dalam menerima
perbedaan. Tidak sekedar menerima perbedaan
koeksistensi sosiologis, tetapi memahamai sumber-
sumber perbedaan dan menerima mereka yang berbeda
sebagai bagian integral masyarakat. (Mu’ti, 2009).
Al Qur’an menegaskan “Tiada paksaan untuk (memeluk)
agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
dari jalan yang sesat. “ (QS. Al-Baqarah : 256). Dalam ayat
lain dikatakan“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah
semua orang yang di muka bumi ini beriman. Maka
apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya seluruh
mereka menjadi orang-orang yang beriman?” (QS. Yunus :
99). Begitu juga dalam surat Al-Kahf : 29 dan Al-An’am :
107.
Ketiga, kewajiban untuk membangun tanggung jawab
sosial bersama. Berbeda bukan berarti tidak bisa
bergotong royong. Bahkan semua ajaran agama dan
tradisi budaya masing-masing suku di Indonesia
mengajarkan untuk saling membantu, sinergi dan
berbagi. Dalam kehidupan masyarakat, kita mengenal
budaya dan tradisi asah, asih dan asuh, pela gendong,
gotong rotong dan sebagainya. Meski secara teologis dan
sosiologis bersifat ekslusiv, agama dan budaya memiliki
universalitas misi kemanusiaan.
Dalam Islam, keimanan seseorang tidak akan sempurna
jika tidak diimbangi dengan amal saleh; yakni berbuat
kebajikan yang memberikan manfaat untuk sesama. Al
Qur’an menegaskan. “Dan tolong menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan
tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. (QS An-Nisa 2).
Keempat. Memfasilitasi dan mengakomodir mereka yang
berbeda, sehingga dapat menjalankan agama sesuai
keyakinannya. Dalam piagam Madinah, semua komunitas
tanpa membedakan agama dan etnis, disebut sebagai
“ummat”. Sebagai penghormatan terhadap tamu dan
keyakinan, Nabi Muhammad Saw mengizinkan kaum
Nasrani Najran menunaikan salat di Masjidnya (Mu’ti,
2009). Al Qur’an menegaskan ”Apabila kamu diberi
penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka
balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang
serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala
sesuatu” (QS. An Nisa: 86)
Dengan demikian, jika ada warung makan atau restoran
yang tetap buka di siang hari pada bulan puasa, jika
dalam konteks adalah memfasilitasi orang-orang yang
tidak berpuasa, maka tentu kita harus bersyukur. Karena
masih ada kepedulian terhadap mereka yang tidak
berpuasa. Tentu saja dengan syarat tidak buka secara
sembarangan, tetapi dengan tetap menjaga dan
menghormati mereka yang berpuasa. Wallahua’lam
(Faozan Amar)
Keutamaan Sahur
Ketika mendengar kata sahur, seringkali terbayang
sebuah aktivitas makan-minum sebelum Subuh, karena
esok harinya akan menjalani ibadah puasa. Akan tetapi,
alankah indahnya bila kita pun merenungkan waktu sahur
dari sisi yang lain.
Sahur adalah penggalan waktu sepertiga malam terakhir.
Rasulullah SAW menghiasi waktu sahur dengan sujud dan
istigfar serta menyempurnakan tahajudnya (qiyamullail ).
Begitu indahnya waktu sahur, sehingga Al Quran
menyebut di antara tanda-tanda orang bertakwa yakni
mereka yang memohon ampunan Allah di waktu sahur.
(QS. 3 ayat 17 dan QS 51 ayat 15-18).
Pada waktu sahur, ketika banyak kegiatan manusia masih
mendunia, para pencari cinta justru menghiasi waktu
sahurn ya dengan merintihkan doa dan istighfar, karena
mereka meyakini yang disampaikan Rasulullah SAW.
'' Allah SWT akan turun setiap malamnya ke langit dunia
ketika tersisa seperti malam. Lalu Allah SWT berfirman,
''Siapa yang memanjatkan doa kepada-Ku, maka Aku akan
mengabulkannya. Siapa yang memohon, maka Aku akan
memberinya. Siapa yang meminta ampunan, Aku akan
memberikan ampunan untuknya. (HR. Bukhari 1.145,
Muslim 758).
Hadis ini memberikan perumpamaan, betapa Allah
menyingkap hijab malam pada waktu sahur untuk
mendengarkan doa dan mengampuni dosa-dosa hamba
yang merintih memohon pengampunan dan
mengharapkan kasih sayangNya. Maka tenggelamkanlah
dirimu dalam keasyikan berjumpa wajah Ilahi. (QS. 13:31).
Suatu saat Aisyah RA bertutur bahwa Rasulullah SAW
bersabda, '' Aisyah, izinkan aku tahajjud .'' Aisyah
menjawab, '' Ya Rasulullah, aku senang engkau
bersamaku, tetapi aku lebih senang bila engkau
beribadah .''
Lalu, Rasulullah SAW mengambil gharibah (tempat air
terbuat dari kulit), beliau berwudlu dan shalat tahajjud.
Pada saat beliau tahajjud, Siti Aisyah mendengarkan isak
tangis yang menyesak dada bagaikan suara air yang
menggelegak, tanah tempat beliau sujud basah karena
tetesan air mata.
'' Menjelang Subuh, Bilal menemui Rasulullah SAW yang
tampak wajahnya masih basah karena air mata. Bilal
berkata, ''Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis?
Bukankah Allah SWT sudah mengampuni dosa-dosamu?
Rasul menjawab, 'Apakah engkau tidak suka jika aku
menjadi hamba yang bersyukur?''
Subhanallah . Betapa Rasulullah SAW Al Musthafa,
Sayyidul Mursalin menghiasi waktu sahur dengan
memperbanyak sujud, membasahi keheningan malam
dengan isak tangis sebagai tanda syukur kepada Allah
SWT.
Lantas, bagaimana dengan kita? Makhluk yang
bergelimang dengan dosa. Sosok manusia yang masih
memiliki hati yang hitam pekat karena munkarat.
Adakah kita membiarkan kesempatan emas pengampunan
Ilahi pada waktu sahur? Ikutilah rombongan pencari cinta
yang terkumpul di stasiun takwa untuk menggapai ridha
Ilahi (QS.2;207).
Lihatlah, betapa indahnya saat sahur, ketika langit-langit
membukakan pintu-pintu maghfirah, menyambut hamba-
hamba yang telah gelisah, dinista sejuta dosa yang
terpenjara dalam belenggu hawa nafsu. Maka, jangan
biarkan waktu sahur berlalu tanpa makna. Wallahu a'lam.
(Ustaz Toto Tasmara)
I'tikaf di 10 Hari Terakhir Ramadan
Alhamdulillaah... Nggak terasa kita sudah memasuki 10
hari terakhir Ramadhan. Inilah puncak keutamaan
kebaikan di bulan suci ini, Lailatul Qadr. Di 10 hari
terakhir ini kita disunnahkan untuk i'tikaf (berdiam diri di
masjid).
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anh: Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan dan bersabda, “Carilah Lailatul
Qadar pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari)
“Barang siapa beri’tikaf satu hari karena mengharap
keridhaan Allah, Allah akan menjadikan jarak antara
dirinya dan api neraka sejauh tiga parit, setiap parit
sejauh jarak timur dan barat.” (HR Thabrani)
Sabtu, 27 Juli 2013
Nikah: Hukum Pernikahan Islam
Menurut pandangan syari'ah ada lima hukum dasar pernikahan, kelima hukum tersebut sangat erat hubunganya dengan jatidiri dan emampuan seseorang mengenai fisik, psikis dan materi,
![]() |
Qurrota A'yun Psychology Consultant Jln Ry Semen No.50 Wangkalkepuh Gudo Jombang Asuhan Dimas Cokro Pamungkas (Gus Dimas) 081559551234 |
Hukum Islam Tentang Sholat dengan Baju Terkena Ompol Bayi
Assalamualaikum Ustadz Dimas,
- Saya ada sedikit ganjalan dipikiran tentang minuman beralkohol yg dijadikan campuran cuka, bagaimana hukumnya dalam agama islam? karena posisi saya di Hongkong hal seperti itu sudah umum di sini.
- Saya khan merawat bayi, jadi kehidupan saya hampir setiap saat bersama bayi momongan saya tersebut, nah setiap saat pula bisa saya pastikan kalau baju/pakaian saya bersentuhan dengan air seninya/ompol, bagaimana status sholat saya? apakah saya harus ganti baju setiap kali sholat?
- Di sini ada perabot makan dari perak, maklum keluarga berada, nah saya pernah dengar kalau seperti itu tidak boleh ya? apakan benar ustadz?
Hormat Saya, Ina HK
+886936929***
Mbak Ina, semoga lindungan Allah senantiasa menyertai sampean di negeri seberang sana, dan semoga bisa pulang dengan kumpulan rizki yang berkah, Aamiin...
- Hukumnya jelas itu mbak, Tidak Boleh, karena semua itu termasuk khamr, dan segala macam khamr itu dilarang, saran saya lebih hati-hati saja untuk mengkonsumsi makanan di negara non muslim tapi tetap dalam wadah saling menghormati antar umat beragama, jangan sampai keyakinan sampean itu sampean terapkan dengan kaku yang bisa menyinggung penganut keyakinan lain.
- Bagus juga kalau sampean sediakan baju khusus dipakai untuk sholat, seperti mukena yang dipakai hanya waktu sholat, tapi bila tidak ada waktu untuk ganti baju tiap kali sholat yang harus sampean lakukan untuk baju yang kena air seni bayi adalah mencuci baju yang terkena percikan air seni tersebut, cukup dibagian yang terkena air seni, itu kalau bayi cewek/perempuan, untuk bayi cowok/laki-laki malah lebih mudah, yaitu cukup diciprati dengan air saja.
- Bagi kita umat muslim hukumnya sudah sangat jelas untuk makan & minum dari wadah emas dan perak, yaitu tidak boleh, karena sudah dijelaskan dalam hadits nabi:
Dari Ummu Salamah ra., ia berkata: Rosulullah saw. pernah bersabda: "Orang yang minum dengan wadah perak, sesungguhnya ia hanya menuangkan api neraka jahanam kedalam perutnya" (HR. Bukhori dan Muslim)
Sampean hindari emas dan perak untuk peralatan makan sampean pribadi dengan tidak menyinggung keyakinan agama majikan tempat kerja sampean, dengan begitu harapannya sampean bisa bekerja dan beribadah dengan suasana yang nyaman, Aamiin... Wassalamualaikum Wr Wb.Gus Dimas - Bila
ada pertanyaan seputar permasalahan kehidupan, rumahtangga dll yang
ingin tahu jawaban/solusi/hukum secara Islam silahkan sms ke nomor:
+6281559551234 atau ke email: dimascokropamungkas@gmail.com, Insya Allah
saya berusaha jawab semampu saya, semoga berkah bagi kita semua, Aamiin... terimakasih, Wassalamualaikum Wr Wb.
- Oleh: Dimas Cokro Pamungkas S.pd (Gus Dimas)
Pengurus Pencak Silat Nahdlatul Ulama di Jombang
- Bila
ada pertanyaan seputar permasalahan kehidupan, rumahtangga dll yang
ingin tahu jawaban/solusi/hukum secara Islam silahkan sms ke nomor:
+6281559551234 atau ke email: dimascokropamungkas@gmail.com, Insya Allah
saya berusaha jawab semampu saya, semoga berkah bagi kita semua, Aamiin... terimakasih, Wassalamualaikum Wr Wb.
Kamis, 18 Juli 2013
Beramal di Bulan Ramadan
Ramadan adalah bulan istimewa bagi umat Islam yang beriman di seluruh penjuru dunia. Di bulan suci ini, nilai ibadah diganjar seribu kali lipat dibandingkan dengan 11 bulan lainnya. Kedatangan bulan Ramadan setiap tahunnya tak henti menjadi penghibur hati orang mukmin. Bagaimana tidak, beribu keutamaan ditawarkan di bulan ini.
Pahala diobral, ampunan Allah bertebaran memenuhi setiap ruang dan waktu. Seorang yang menyadari kurangnya bekal yang dimiliki untuk menghadapi hari penghitungan kelak, tak ada rasa kecuali sumringah menyambut Ramadan.
Salah satu ibadah yang dianjurkan Allah di bulan Ramadan adalah sedekah. Orang yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700 kali lipat. Sebab sedekah adalah amal kebaikan sebagaimana al-Quran surah al-A’raf ayat 16 khusus amalan sedekah dilipatkan-gandakan lagi sesuai kehendak Allah, yang kemudian ditambah lagi mendapatkan berbagai keutamaan sedekah.
Marilah kita baca hadist Rasulullah saw; “Sesungguhnya Allah swt itu Maha Memberi, Ia mencintai pemurah serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. al-Baihaqi)
Hadist diatas juga kita bisa petik hikmahnya bahwa Islam sangat membenci sifat pelit dan bakhil dan sifat suka meminta-minta. Tetapi sebaliknya seorang mukmin itu banyak memberi dan pemurah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.” (HR. Bukhari)
Kita sudah tidak membantah lagi tentang keistimewaan ibadah sedekah, terlebih bersedekah di bulan Ramadan. Sejumlah cendekiawan dan ulama muslim mengatakan bahwa terdapat ratusan dalil yang menegaskan bahwa Allah swt memberikan pahala yang berlipat ganda dan memuliakan kaum yang bersedekah.
Mengutip kitab yang berjudul Al Inaafah Fimaa Ja’a Fis Shadaqah Wad Dhiyaafah, terdapat keutamaan bersedekah antara lain:
Pengampunan dosa ini tentu saja disertai taubat sepenuh hati, dan tidak kembali melakukan perbuatan-perbuatan tercela serta terhina seperti sengaja bermaksiat, seperti korupsi, memakan riba, mencuri, berbuat curang, atau mengambil harta anak yatim.
Kedua, bersedekah memberikah keberkahan pada harta yang kita miliki. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah saw yang berbunyi, “Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.” (HR. Muslim).
Ketiga, Allah melipatgandakan pahala orang yang bersedekah. Hal ini sebagaimana janji Alla swt di dalam al-Quran. “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Qs; al-Hadid: 18)
Keempat, terdapat pintu surga yang hanya dapat dimasuki oleh orang yang bersedekah. Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga.
“Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (HR Bukhari).
Dan terakhir, orang yang sering bersedekah dapat membebaskan dari siksa kubur. Rasulullah saw bersabda, “Sedekah akan memadamkan api siksaan di dalam kubur.” (HR. Thabrani)
Karena itu, dengan tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk mengutamakan bersedekah, supaya kita termasuk orang yang mendapatkan berkah dan hidayah-Nya. Aamiin.
Puasa Hanya Dapat Haus dan Lapar
Secara sederhana, bulan puasa adalah bulan dimana diwajibkan umat Islam (beriman) untuk menahan lapar dan haus sepanjang hari, mulai matahari terbit hingga matahari terbenam.
Sebagaimana Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS al-Baqarah:183).
Namun membaca ayat di atas, puasa bukan sebatas menahan lapar dan haus sejak mulai terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari. Rasulullah pernah bersabda bahwa puasa adalah perlindungan, dan perlindungan ini akan bisa dirasakan selama manusia bisa memaknai nilai-nilai puasa yang dijalankannya.
Untuk bisa mengambil makna dari puasa tersebut, dipastikan setiap orang berbeda-beda, dan tergantung dengan tingkat keimanan. Tingkat keimanan itu yang menurut sebagian besar ulama tafsir adalah perbedaan derajat puasa itu sendiri. Maksudnya adalah kemampuan setiap Muslim dalam menjalankan puasa.
Imam al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin memberikan klasifikasi puasa yang dijalankan yakni dengan tiga tingkatan. Tingkat pertama adalah puasa umum, tingkat kedua puasa khusus dan tingkat paling tinggi adalah puasa khusus yang lebih khusus lagi.
Tingkat puasa umum merupakan tingkatan puasa yang paling rendah, berpuasa hanya sekadar menahan rasa lapar dan haus. Puasa ini termasuk puasa untuk orang awam. Banyak ditemui puasa jenis ini di sekeliling kita, dimana mereka berpuasa, tetapi tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT seperti bergunjing, berbohong atau menipu hingga korupsi.
Mengenai perkara ini, Rasulullah SAW pernah bersabda yang diriwayatkan Turmudzi berbunyi, “Berapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak didapatkan dari puasanya itu kecuali hafsu dan lapar.”
Meski bergunjing, berdusta, atau menipu tidak termasuk dalam hal-hal yang membatalkan puasa, tetapi perbuatan tercela itu termasuk bagian yang membatalkan hakikat puasa.
Puasa tingkatan kedua adalah puasa khusus. Artinya adalah berpuasa di samping menahan lapar dan haus, juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat atau tercela. Puasa khusus juga diartikan berpuasa untuk menahan pendengaran, pandangan, lisan, tangan, kaki dan seluruh anggota badan kita untuk tidak mengerjakan kemaksiatan.
Misalnya menahan telinga kita untuk tidak mendengarkan kebohongan, atau menahan pandangan mata kita untuk tidak melihat hal-hal yang mendorong diri kita untuk berbuat kemaksiatan, serta menahan lisan kita untuk tidak berkata bohong pada orang lain.
Berapa banyak kebohongan yang kita lakukan tanpa kita sadari baik itu bohong yang bersifat sepele maupun besar. Tingkatan puasa ini adalah orang-orang yang shaleh. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa adalah perisai (tabir penghalang dari perbuatan dosa). Maka apabila seseorang dari kamu sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan sesuatu yang keji dan janganlah ia berbuat jahil.” (HR Bukhari-Muslim)
Sedangkan tingkatan puasa yang paling tinggi adalah puasa khusus yang lebih khusus. Artinya puasa hati dari segala kehendak hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya memikirkan apa-apa yang selain Allah. Puasa level ini adalah puasanya para nabi-nabi, shiddiqin, dan muqarrabin.
Puasa khusus yang dikhususkan juga berarti puasa hati dari memperturutkan diri untuk memikirkan hal-hal duniawi, menahan diri dari untuk tetap istiqamah hanya memikirkan Allah dan selalu mengingatnya, jika mendapatkan kenikmatan maka tidak pernah lupa untuk selalu bersyukur dan jika mendapatkan musibah tidak pernah mengeluh, selain hanya berkata "Sesungguhnya kita adalah kepunyaan Allah dan kepada-Nya kita akan kembali".
Inilah derajat tertinggi dari puasa. Kembali pada diri kita sendirilah yang bisa mengukur sampai di derajat manakah puasa yang selama ini kita jalankan. Sudahkah puasa tersebut bisa betul-betul terefleksikan dalam keseharian kita?
Selasa, 16 Juli 2013
Ruwatan & Hukumnya (Menurut Emha Ainun Nadjib)
Reporter : Yusuf Wibisono
Keutamaan Sholat Tarawih
Rasulullah SAW shalat di masjid lalu diikuti oleh orang banyak. Pada hari kedua diikuti lebih banyak, kemudian pada hari ketiga para sahabat kumpul banyak, tetapi Rasulullah tidak keluar. Pada pagi harinya beliau bersabda, ‘Aku telah melihat apa yang kamu sekalian lakukan, tidaklah ada yang mencegahku untuk keluar kecuali karena takut shalat Tarawih diwajibkan atas kamu’. (Muttafaq alaih).
Ibadah ini merupakan taqarrub kepada Ilahi yang paling agung. Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata, Seorang mukmin pada bulan Ramadhan menggabungkan dua jihad untuk melawan nafsunya; jihad siang hari melalui puasa dan jihad malam hari melalui qiyamul lail. Barang siapa yang menggabungkan dua jihad ini, maka pahalanya akan diberikan tanpa hitungan.
Anjuran qiyam Ramadhan dan keutamaannya banyak disebutkan dalam berbagai hadis. Di antaranya, Barang siapa yang menunaikan qiyam Ramadhan dengan keimanan dan mencari pahala dari Allah, maka dosanya yang terdahulu akan diampuni. (HR Bukhari dan Muslim).
Menurut Ibnu al-Mundzir, dosa-dosa yang diampuni meliputi dosa besar dan kecil. Sedangkan, Imam Nawawi dalam kitabnya, Fath al-Bari, menyebutkan, dosa yang akan dihapus melalui shalat malam adalah dosa kecil dan bisa memperingan dosa-dosa besar.
Rasulullah SAW tidak membatasi jumlah rakaat shalat malam. Umar RA dan para sahabat melakukan shalat tarawih 20 rakaat selain witir. Shalat malam dua rakaat, dua rakaat, apabila salah seorang dari kamu khawatir masuk waktu subuh, menutupnya dengan witir satu rakaat. (HR Bukhari).
Dalam hadis ini tidak ada pembatasan rakaat. Dan, mereka adalah generasi yang paling memahami sunah Rasulullah SAW. Selama Ramadhan kita harus berusaha maksimal menunaikan Tarawih setiap malam dengan berjamaah sampai usai agar mendapatkan pahala qiyamul lail semalam suntuk.
Abu Dzar meriwayatkan dari Rasulullah bersabda, Barang siapa menunaikan qiyam bersama imam (berjamaah) sampai selesai, maka ditulis pahala shalat malam semalam suntuk. (HR Imam Ahmad, at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh al-Albani).
Hadis ini dalil disyariatkannya qiyam Ramadhan dengan berjamaah. Dan, ini merupakan sunah Nabi SAW yang diikuti oleh para Khulafaur Rasyidin dan sahabat.
Dalam riwayat Aisyah disebutkan, Rasulullah SAW mendirikan qiyamul lail 11 rakaat sekitar lima jam, bahkan terkadang seluruh malam digunakannya untuk qiyamul lail. Satu rakaat ditunaikan sekitar 40 menit.
Para salafus shalih berusaha memperpanjang rakaat qiyam Ramadhan sambil mengkhatamkan Alquran. Setiap mukmin wajib bersungguh-sungguh mendirikan Tarawih ini, terlebih pada malam-malam 10 hari terakhir Ramadhan untuk menanti Lailatul Qadar.
Barang siapa qiyam pada malam al-Qadar dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni semua dosa-dosanya yang terdahulu. (HR Bukhari dan Muslim). Semoga kita termasuk orang-orang mendapat kemuliaan Ramadhan.
Ikutkan Lidah dalam Puasa
Lidah tidak bertulang. Petatah itu menggambarkan bagaimana lidah bisa membawa si pemiliknya menuju pintu surga atau menuju pintu neraka. Bahaya yang ditimbulkan oleh lidah sangat besar, dan petaka yang bermula darinya juga luar biasa.
Abu Bakar Ash-Shiddiq ra Pernah memegang lidahnya sambil menangis dan berkata, “Inilah yang mendatangkan berbagai bencana padaku.”
Lidah memiliki banyak “penyakit” yang bisa membawa pemiliknya mendapatkan malapetakan seperti perkataan dusta, gosip, adu domba, perkataan kasar, mencela, perkataan kotor, kesaksian palsu, kata-kata laknat, cemoohan, merendahkan orang lain, dan sebagainya. Karena itu tidak aneh jika banyak perkataan yang menghantarkan pelakunya ke neraka, lantaran ia tidak bisa mengontrol lidahnya, dan membiarkan kata-katanya liar.
Lidah laksana binatang buas yang amat berbahaya, ular berbisa, dan api yang meluap-luap. Ibnu Abbas ra, pernah berkata kepada lidahnya sendiri, “Wahai lidah, katakanlah yang baik niscaya engkau akan meraih kebaikan. Atau diamlah, niscaya engkau akan selamat. Semoga Allah merahmati seorang muslim yang menahan lidahnya dari kehinaan, mengikatnya dari gosip, mencegahnya dari ucapan sia-sia, dan menahannya dari kata-kata yang diharamkan.”
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Mu’adz ra. sambil memegang lidah, “Tahanlah ini!” Mu’adz berkata, “Apakah kami akan disiksa karena apa yang kami ucapkan, wahai Rasulullah?” “Ibumu akan kehilangan dirimu wahai Muadz. Tidaklah wajah orang-orang itu dilemparkan ke dalam api neraka melainkan karena hasil perbuatan lidah mereka." (HR Tirmidzi dan Ahmad)
Namun begitu, lidah juga merupakan sarana menuju kebaikan dan bisa mengantarkan pemiliknya ke pintu surga. Maka, alangkah damainya orang yang senantiasa berzikir, memohon ampun, memuji, bertasbih, bersyukur, dan bertobat kepada Allah dengan lidahnya. Dan alangkah malangnya orang yang mengoyak kehormatan manusia, menodai kesucian, serta mendongkel nilai-nilai kebenaran.
Lidah mempunyai cara tersendiri untuk berpuasa, yang hanya diketahui orang-orang yang senantiasa berpaling dari kesia-siaan. Puasanya lidah dapat dilakukan secara terus-menerus, baik di bulan Ramadhan maupun di bulan yang lain. Namun di bulan Ramadhan lidah lebih terbina dan terarahkan. Karena itu, bagi orang-orang yang berpuasa, basahilah lidah-lidah milik kita dengan zikir, alirkanlah ia dengan ketakwaan, dan bersihkanlah ia dari kemaksiatan-kemaksiatan.
Semoga Allah merahmati orang yang berhati-hati dengan segala ucapannya, mengatur lirikan-lirikan matanya, menghaluskan tutur katanya, dan menimbang-nimbang dahulu apa yang akan diucapkan. Allah swt berfirman, “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qâf [50] : 18)
Dalam hadisnya, Rasulullah juga selalu mengingatkan umatnya untuk selalu menjaga kehormatan lidahnya dalam berbicara. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menjamin untukku apa yang terletak di antara dua rahangnya (lidah), dan apa yang terletak di antara dua pahanya (kemaluan), maka aku akan menjamin untuknya surga,” HR Bukhari dari Sahl bin Sa’ad.
Patut kita sadari, ibadah puasa yang kita jalankan saat ini bukan hanya merasakan lapar dan dahaga semata. Akan tetapi melatih jiwa kita untuk selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang dianjurkan Allah swt dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Ya Allah, kami memohon pada-Mu agar kami memiliki lidah-lidah yang jujur dan hati yang bersih.
Ingin Doa Anda Ampuh? Berdoalah Saat Puasa!
Suatu ketika ketika saat berkunjung ke salah satu pasar di Tangerang, seorang pedagang mengeluh bahwa doanya tidak pernah dikabulkan Allah SWT. Keluhan itu berawal ketika dia memenuhi kebutuhan hidup yang dianggap semakin sulit diperoleh.
Mungkin kasus ini tidak hanya terjadi pada diri seorang pedagang tersebut. Banyak kasus serupa yang terjadi di jagat bumi ini. Manusia berkeluh kesah, sangat wajar. Namun ketika dia berkeluh kesah lantaran doanya tidak pernah dikabulkan Allah SWT yang dilanjutkan dengan cacian dan ketidakpercayaan (iman) terhadap keperkasaan Allah SWT. Hal itu di luar kewajaran. Kita bisa bertanya-tanya, mengapa Allah SWT tidak mengabulkan doa?
Jika kita renungkan, sebenarnya apa yang dilakukan itu bukan tidak baik, namun perlu kita cermati bahwa seorang anak manusia sebagai khalifah di muka bumi ini memang berkewajiban untuk berusaha serta berupaya secara lahiriah, namun usaha tadi berhasil atau tidaknya tergantung Allah SWT jua yang maha menentukan. Oleh karenanya memerlukan keseimbangan antara upaya sebagai salah satu ikhtiar dan berdoa.
Kita sering mendengar istilah DUIT (doa, usaha, ikhtiar dan tawakal). Dalam sebuah hadist shahih bahwa Rasulullah saw menuturkan bahwa “Doa orang yang berpuasa tidak akan ditolak”. Betapa strategisnya sebuah doa terlebih pada saat bulan Ramadhan.
Ada empat faedah keutamaan doa diantaranya:
Kedua, dengan berdoa dikabulkannya permintaan, bisa dalam bentuk penganugrahan berupa kebaikan ataupun tolak bala/bahaya dan keburukan.
Ketiga, menabung pahala di sisi Allah SWT apabila permintaan atau permohonannya belum dikabulkan semasa di dunia. Hal ini merupakan tabungan paling berguna serta paling baik.
Keempat, dengan doa berarti memurnikan ketauhidan, dan memutuskan segala bentuk ketergantungan kepada unsur kebendaan yang bersifat duniawi semata.
Untuk itulah bulan suci Ramadhan merupakan momentum bulan untuk kita berdoa serta terkabulnya sebuah doa. Perbanyaklah berdoa dan mintalah dengan kesungguhan hati. Ada banyak waktu mustajabah pada bulan suci Ramadan ini yang dipandang terkabulnya sebuah doa, sebelum adhan Magrib saat waktu yang paling agung dan tepat untuk berdoa, yaitu sebelum berbuka puasa. Demikian juga waktu sahur merupakan saat yang paling baik untuk berdoa.
Apabila kita membaca sejarah para Nabi-nabi, seperti Nabi Zakaria as., yang berkeinginan dikaruniai seorang anak, bertahun-tahun selalu dan selalu berdoa kepada yang maha Khalik yaitu Allah SWT. Sehingga akhirnya nabi Zakaria dikabulkan doanya. Nabi Ayyub as., dirundung penyakit, sehingga tidak melupakan untuk melakukan doa.
Begitu juga Nabi Musa pernah berdoa kepada Allah SWT yang dinyatakan dalam Surat Thaha [20]:25-27 yang artinya “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dan lidahku.” Dari penggambaran ini hendaknya agar kita memetik I’tibar untuk melakukannya.
Walau strategi jitu sudah dirancang melalui akal pikiran oleh para tim-tim sukses kandidat Gubernur/Wakil dengan harapan ingin memenangkan sebuah persaingan yang fairness, belum cukup. Karena jabatan, kedudukan, umur dan rizki adalah milik Allah SWT. Oleh karena itu memohonlah kepada-Nya. Semoga.
Minggu, 14 Juli 2013
Empat Nasihat Penting
Pertama, adanya rasa malu pada kaum lelaki itu baik, namun lebih baik lagi bila rasa malu itu ada pada kaum wanita.
Kedua, adil pada setiap orang itu baik, namun rasa keadilan yang dimiliki oleh pemerintah itu jauh lebih baik lagi.
Ketiga, tobatnya kakek-kakek itu baik, namun lebih baik lagi adalah tobatnya kaum muda.
Keempat, bermurah hatinya kaum kaya itu baik, namun yang lebih baik lagi adalah bermurah hatinya kaum fakir miskin.
Sebagai penyeimbang. Disebutkan kembali bahwa sebagian ahli bijak mengatakan: “Ada empat perkara jelek, namun masih ada empat perkara lain yang lebih jelek lagi, yaitu:
Pertama, perbuatan dosa yang dilakukan oleh kaum muda itu jelek, namun lebih jelek lagi adalah perbuatan dosa yang dilakukan oleh kakek-kakek (orang tua).
Kedua, sibuk oleh segala macam urusan duniawi bagi orang bodoh itu jelek, namun yang lebih jelek lagi bila yang menyibukkan diri dengan urusan duniawi adalah orang ‘alim.
Ketiga, malas beribadah bagi orang awam adalah jelek, namun yang lebih jelek lagi bila malas beribadah itu dilakukan oleh kalangan ulama dan santrinya.
Keempat, berlaku sombong bagi orang kaya adalah jelek, nemun yang lebih jelek lagi adalah berlaku sombongnya orang fakir.
Demikianlah para orang bijak memberi nasehat kepada kita semua. Tidaklah terlalu mendesak untuk kita pusingkan siapa gerangan orang bijak tersebut. Namun alangkah baiknya jika kita menjadikan kedelapan poin diatas sebagai sarana memperbaiki diri.
Bukankah kita diperintahkan untuk melihat apa yang diucapkan bukan siapa yang mengucapkan?
Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin dialah termasuk orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah termasuk orang yang merugi, dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah termasuk orang yang celaka”.
Semoga kita dapat menjadi manusia yang selalu lebih baik pada setiap harinya. Aamiin.
Menyegerakan Amal Baik
Gus Dimas |
Salah satu pelajaran yang terkandung dalam hadis yang diriwayat dari Abu Hurairah di atas, menganjurkan kepada kita untuk bersegera bersedekah dan melakukan amal-amal baik lainnya. Tegasnya, berbuat baik jangan ditunda-tunda. Harus segera dilaksanakan.
Hal ini selaras dengan firman Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2) ayat 148, “Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan.”
Dalam hadisnya, Rasulullah SAW bersabda, “Perlahan-lahan dalam segala sesuatu itu baik, kecuali dalam perbuatan yang berkenaan dengan akhirat.” (H.R. Abu Dawud, Baihaqi dan Hakim).
Bila kita menunda-nunda amal kebaikan bisa menjadikan amal baik yang akan kita lakukan itu tidak terlaksana. Itu karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput diri kita.
Selain itu, bila kita menunda-nunda amal baik bisa menyebabkan niat kita menjadi berubah karena ketika kita menunda-nunda berbuat baik, sama dengan membuka kesempatan pada hawa nafsu dan kepada syetan untuk mengganggu dan menggoda diri kita untuk tidak melakukan kebaikan karena hawa nafsu dan setan senantiasa mengajak kepada keburukan dan menghalangi untuk berbuat kebaikan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi
rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf (12) : 53).
Dalam ayat lain, “Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk.” (Q.S. Az-Zukhruf (43) : 37).
Untuk itu, bila kita mempunyai niat untuk melakukan kebaikan hendaknya bersegera melakukannya agar kita segera memperoleh kebaikan dan sebagai upaya kita untuk menyempurnakan kebaikan yang kita lakukan.
Di dalam atsar Abdullah Ibnu Abbas R.A dikatakan, “Tidak sempurna kebaikan kecuali dengan menyegerakannya karena jika disegerakan, hal itu akan lebih menyenangkan pihak yang berkepentingan.”
Akhirnya, mari kita renungi sebuah kisah sebagai ibrah dan mauizdah bagi kita untuk menyegerakan setiap kebaikan yang telah kita niatkan.
Dikisahkan, “Seorang saleh yang sedang berada di kamar mandi, pernah memanggil budaknya dan menyuruhnya untuk memberikan sedekah kepada seseorang.
Maka, budak itu berkata kepadanya, “Mengapa tuan tidak bersabar dulu, hingga tuan keluar dari kamar mandi?” Dia menjawab, “Saya mempunyai niat untuk berbuat baik dan saya takut niat itu berubah. Oleh karena itu, begitu mempunyai niat, saya segera mengikutinya dan melaksanakannya.” Wallahu’alam
Sabtu, 13 Juli 2013
Berita TV9 (TV NU) Tentang Pagar Nusa Gudo Ziarah Gus Dur
Pendekar Pagar Nusa Ziarah Ke Makam Gus Dur
Berita Pagar Nusa Gudo Ziarah Ramadlan di Berita21.com
Pendekar Pagar Nusa Ziarah Ke Makan Para Ulama’ NU
(Nif)
Berita Tentang Pagar Nusa Gudo Pengajian di TV9 (TV NU)
Isro’ Mi’roj, Pagar Nusa Dan Jam’iyah Diba’ Gelar Seni Seribu Rebana
Berita Tentang Gemblengan Pagar Nusa Gudo di Beritajatim.com
Reporter : Yusuf Wibisono
Kondisi seperti itulah yang dilakukan oleh Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (IPSNU) Pagar Nusa, Kecamatan Gudo Jombang. Selain giat latihan fisik, sekitar 100 pesilat Pagar Nusa selalu dilibatkan dalam jamaah pengajian. "Untuk latihan fisiknya satu minggu dua kali. Selebihnya, para pesilat kita gembleng aspek spiritual," kata Dimas Cokro Pamungkas, Ketua IPSNU Pagar Nusa, Kecamatan Gudo, Senin (27/5/2013).
Dimas menjelaskan, Pagar Nusa di Kecamatan Gudo masih berusia sangat muda, yakni sekitar dua tahun. Namun, seiring laju waktu, jumlah murid perguruan tersebut terus bertambah. Saat ini saja, kata Dimas, sudah tembus 100 orang. Mereka terdiri dari berbagai usia, muali dari yang masih duduk di bangku sekolah dasar hingga bangku SMA.
Menariknya, para pesilat tersebut bukan hanya ditempa latihan fisik. Akan tetapi juga gembelangan secara rohani. Caranya, para pesilat itu diterjunkan dalam acara pengajian NU. Selain mengamankan jalannya pengajian, pesilat yang mengenakan seragam warna hitam itu juga mendapatkan suntikan rohani. "Ini untuk menanamkan jiwa ahlusunah wal jamaah atau Aswaja. Karena Pagar Nusa merupakan seni bela diri yang lahir dari rahim NU," kata pria yang akrab disapa Gus Dimas, ini.
Terjunnya para pesilat ke acara pengajian itu seperti yang terlihat pada peringatan Isra' Mi'raj di Desa Pesanggrahan Kecamatan Gudo, dua hari lalu. Dengan dibalut seragam warna hitam, para murid Pagar Nusa itu terlihat sibuk membantuk jalannya acara. Mulai dari pintu masuk, hingga di sekitar panggung acara, pesilat Pagar Nusa nampak berjaga. Saat pengajian berlangsung, mereka juga menyimak dengan khidmat.
"Dengan begitu, pencak silat itu tidak selalu identik dengan aspek kekerasan. Namun juga sarana untuk membangun mental spiritual. Pencak silat Pagar Nusa harus membangun dan mengembangkan kepribadian dan karakter mulia seseorang," kata warga Desa Wangkalkepuh yang pernah nyantri di Ponpes Sunan Ampel Jombang, ini.
Sementara itu, pembina IPSNU Pagar Nusa Kecamatan Gudo, Ustad Junaidi Yasin, mengungkapkan, meski Pagar Nusa di wilayahnya masih berusia muda, namun cikal bakal lembaga tersebut sudah sejak lama. Yakni, ditandai denga munculnya pasukan Sakerah pada tahun 1965. Pasukan ini merupakan kelompok yang berada di garis depan saat konfrontasi melawan PKI. "Pasukan Sakerah itu berisi para pesilat dari Gudo," ujarnya pria yang rambutnya sudah memutih ini.
Yasin berharap, munculnya Pagar Nusa di Kecamatan Gudo bisa menjadi jawaban fenomena kenakalan remaja yang santer akhir-akhir ini. Pasalnya, generasi muda sudah banyak yang terjebak dalam jerat narkoba, tawuran, dan perbuatan negatif lainnya.
"Jika para remaja aktif di Pagar Nusa, maka mereka tidak akan terjebak dalam jerat narkoba. Karena disini mereka digembleng secara fisik, mental, dan spiritual," kata Yasin yang pernah menjadi santri Ponpes Tebuireng pada era 1970-an ini. [suf/kun]
Anakmu Amanah Bagimu
Hubungannya dengan tugas dan kewajiban orangtua, maka tipologi di atas menunjukkan besarnya peranan dan tanggung jawab orang tua (ibu dan bapak) dalam mengasuh dan mendidik anak, terutama agamanya sehingga terbentuk sebuah keturunan yang ideal (zurriyah thayyibah) atau anak saleh.
Intinya, anak merupakan bagian dari amanah Allah, di mana kalangan orangtua tidak dibenarkan melalaikannya, apalagi lari dari memikul amanah besar tersebut.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW telah memberikan peringatan yang sangat keras terhadap orangtua yang lari dari tanggung jawab ini. “Sesungguhnya Allah memiliki para hamba yang tidak akan diajak berbicara pada hari kiamat, tidak disucikan dan tidak dilihat.” Lalu beliau ditanya: “Siapa mereka itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Anak yang berlepas diri dari orangtuanya dan membencinya serta orangtua yang berlepas diri dari anaknya.” (HR. Ahmad dan Thabrani).
Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah pernah mengatakan, “Barang siapa yang dengan sengaja tidak mengajarkan sesuatu yang bermanfaat bagi anaknya dan menelantarkannya begitu saja, berarti dia telah melakukan suatu kejahatan yang sangat besar. Kerusakan pada diri anak kebanyakan datang dari sisi orangtua yang meninggalkan mereka dan tidak mengajarkan kewajiban-kewajiban dalam agama termasuk sunnah-sunnahnya.”
Di zaman sekarang ini, orang tua pada umumnya nampak tidak mengalami banyak kesulitan dalam menyekolahkan putra-putrinya, khususnya dari segi peluang. Lembaga pendidikan sekolah dan pesantren banyak berdiri di hampir merata tempat, pemerintah dan lembaga swasta pun banyak yang menyediakan beasiswa pendidikan. Banyak yang memperoleh semua peluang itu.
Akan tetapi, tidak sedikit orang tua yang lepas kontrol, bahkan ada yang sama sekali tidak peduli terhadap bimbingan agama dan karakter kepribadian anaknya. Akibatnya, terjadi kerusakan pada diri anak yang ditandai dengan sifat dan tingkah laku yang tidak terpuji. Nauzubillahi Min Dzalik.
Oleh sebab itu, agar dapat dianugerahi keturunan yang baik, baik dari segi intelektualitas mahupun moralitas, maka terdapat sejumlah ayat alQuran yang penting untuk dibaca dan diamalkan. Sekurang-kurangnya selepas shalat wajib lima waktu.
Di antaranya adalah surah Ali Imran ayat 38 sebagaimana berikut, “Wahai Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku keturunan yang baik dari sisiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Mengabulkan do’a.” (QS. Ali Imran [3]: 38). Wallahu al-Musta’an.
Jumat, 12 Juli 2013
Jujur!
Gus Dimas |
Manusia, siapa pun dia bisa salah dan khilaf. Manusia menjadi manusiawi karena dalam dirinya ada ruang untuk keliru.
Adam sang khalifah fil-ardh dan istrinya Hawa mengalami tahbith, dikeluarkan dari surga karena memakan buah khuldi. Keduanya menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa. Adam alaihissalam (AS) kemudian diberi tugas mulia sebagai nabi penyebar risalah pertama di muka bumi.
Masalahnya, tidak sedikit manusia berpakaian angkuh ketika salah. Alih-alih jujur akan kekhilafan, lalu memperbaiki diri ke jalan benar dan berlari kencang menuju ampunan Tuhan malah sibuk mencari kambing hitam. Diri seolah tetap bersih dan tak merasa berada di persimpangan jalan buntu.
Isyarat tubuh pun masih tampak pongah dalam keperkasaan semu. Jauh dari sikap tawadhu' (rendah hati). Ketika salah dan berbelok arah dari idealisme awal, masih pula merasa lurus.
Tak ada rona sesal untuk bermuhasabah diri. Keangkuhan itulah yang menjadikan anak cucu Adam tersandera dalam sangkar besi kesalahan, lalu menjadi cibiran nyinyir khalayak publik.
Menjauhi kicuh
Muslim yang autentik berani jujur meski ketika salah. Ibda bi-nafsika, orang jujur akan selalu berkonsultasi kepada hatinya. Pihak lain akan mudah dikelabui dengan 1.001 cara. Tetapi manakala diri salah maka nurani tak pernah dusta.
Kejujuran itu mahal. Kejujuran merupakan mutiara paling berharga yang membuat siapa pun dihargai dan dipercaya. Tuhan mencintai orang-orang yang berhati jujur, berkata dan berbuat jujur.
Muhammad di usia muda sebelum diangkat menjadi Nabi memperoleh tempat mulia di hati bangsa Arab karena kejujurannya. Dia bahkan digelari al-Amin, sang terpercaya. Bangsa kafir dan jahiliyah sekalipun masih menjujung tinggi nilai kejujuran.
Kejujuran itu universal. Di belahan dunia manapun sejauh hati masih bicara, pasti mencintai kejujuran. Pesepak bola ternama dari negeri Samba, Neymar, juga mencintai kejujuran.
“Saya orang Brasil dan saya mencintai negara saya. Saya ingin Brasil yang lebih aman, lebih sehat, dan lebih jujur,” tulis Neymar di akun Facebook-nya ketika mereaksi maraknya demonstrasi di negerinya beberapa saat sebelum kick off pertandingan Piala Konfederasi 2013 melawan Meksiko.
Bagi orang Islam kejujuran harus menjadi bagian utuh dari kemusliman. Kisah Imam Al-Bukhari tatkala melacak kebenaran sebuah hadis sungguh penting dijadikan mutiara kehidupan.
Suatu kali periwayat hadis ternama itu pergi menelusuri kebenaran sebuah hadis dari seseorang. Ia melihat orang yang dicari itu sedang mengejar kudanya yang terlepas. Untuk menangkap kudanya, orang itu menunjukkan bungkusan seolah di dalamnya ada gandum. Kuda terkecoh dan akhirnya ditangkap kembali.
Al-Bukhari mendekat dan bertanya kepada si pemilik kuda. “Apakah engkau sertakan gandum dalam bungkusan itu?” Orang itu menjawab, “Tidak, aku hanya mengelabui kudaku agar mudah kutangkap.”
Imam Bukhari dengan tegas berkata, “Kalau begitu, aku tidak akan mencari hadis dari orang yang bohong terhadap hewan.” Dusta dan bersiasat kepada hewan saja tercela, apalagi terhadap sesama manusia.
Kisah Al-Bukhari menurut Jabir al-Jazairi merupakan contoh agung tentang hakikat kejujuran atau kebenaran. Kejujuran merupakan nilai, sikap, dan tindakan paling utama, lebih dari segalanya. Hidup jujur itu mulia, sedangkan dusta itu hina.
Lawan jujur ialah kicuh, yakni dusta dan suka mengelabui. Dalam hadis disebut nifaq. Yakni, jika bicara atau memberi pernyataan berbohong, manakala berjanji tidak ditepati, dan bila diberi amanat berhianat.
Barang halal dan baik dicampuradukkan dengan yang haram dan subhat. Lain di kata, lain pula tindakan. Jargon dan tindakan lahir tampak indah demi rakyat, tetapi motif dan tujuan penuh siasat bulus. Kicuh perilaku yang antagonis seperti itulah musuh kejujuran dan kebenaran sekaligus perangai yang paling dibenci Tuhan. (QS ash-Shaff [61]: 4).
Kehormatan diri
Perilaku kicuh sering membuat pelaku bebal diri. Bertipu muslihat dianggap lumrah dan bukan dosa. Boleh jadi perbuatan muslihat bagi sementara orang dipandang sebagai cara hidup demi meraih tujuan.
Dusta menjadi perilaku berjamaah yang didukung para pengikut setia. Ukuran moral dinisbikan demi siasat, yang penting nilai guna dan kemenangan. Hati nan jernih (qalbu salim) akhirnya menjadi mati rasa. Agama pun tak sungkan dijadikan alat mengicuh dalam aroma sakral.
Insan beriman pun bisa roboh ketangguhan akidahnya. Keimanan hanya gemerlap dari luar, tetapi kering di dalam karena tingginya hasrat menguasai dunia melampaui takaran.
Tatkala perjuangan hidup masih merayap senyap, kejujuran dan nilai-nilai luhur masih dapat dirawat dengan baik. Setelah roda kehidupan berputar ke atas, api kejujuran dan sikap hidup utama pun luruh dan terkikis habis karena tertipu dengan pesona dunia. (QS Ali Imran [3]: 14).
Kejujuran digadaikan. Idealisme ditukar murah dengan kursi, materi, dan kesenangan indera yang diraih dengan jalan pintas. Perangai berubah drastis dari sosok-sosok yang tulus hati dan tawadhu' yang menjadi para pencari pamrih dalam pakaian diri serba angkuh, pemarah, ambisius, dan terjangkiti virus apologia.
Begitulah ketika pesona dan kejayaan duniawi mengerangkeng hidup bani Adam. Dalam sangkar besi kehidupan dunia yang sarat gemerlap tidak sedikit manusia beriman akhirnya jatuh dalam kubangan kesalahan diri dan kolektif. Maksud meraih sukses dunia melampaui pihak lain, segala cara syubhat dan haram pun dilakukan.
Nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kepatutan diterabas tanpa rasa sungkan. Martabat atau kehormatan diri pun dibanting harga hingga ke titik terendah, yang penting menang dalam meraih tujuan.
Kaum beriman pun kehilangan kehormatan diri demi kejayaan hidup berlebih. Mata batinnya lumpuh dan tidak lagi sensitif akan nilai-nilai kebajikan yang utama. Nasihat sekaligus kritik orang tak lagi mempan, bahkan bebal ibarat pepatah anjing menggonggong kafilah berlalu.
Kian larut dalam permainan duniawi, semakin jauh dirinya dari segala sesuatu yang bernilai hakiki, yang ada hasrat dan keasyikan mengejar kedigdayaan. Akhirnya, berlakulah titah Tuhan, tsuma radadnahu asfala safilin, “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya” (QS at-Tin [95]: 5).
Iman dan ilmu tinggi tidak lagi menjadi energi pencerahan hidup. Keberimanan pun berhenti sekadar menjadi aksesori keagamaan yang kelihatan bening dari luar, tetapi jorok di dalam. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dia-lah yang paling mengetahui tentang perangai orang bertaqwa.”(QS an-Najm [53]: 32).